Saturday, February 15, 2014




MARI TENGOK KEMBALI LITERASI INDONESIA

Sampai saat ini, Indonesia masih tergolong ke dalam Negara yang rendah akan literasi. Hal ini terbukti dengan sepinya keadaan di tiap perputakaan sekolah maupun umum di Indonesia. mungkin sifat kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia ini yang menjadi faktor utama penyebab rendahnya bahkan sangat tertinggalnya Indonesia dalam pembangunan Negara, padahal sesungguhnya banyak fasilitas membaca yang merupakan surge buat penggemar buku.

Bukti sejarah kuno tidak berpengaruh besar terhadap perkembangan lisan masyarakat Indonesia. Rendahnya minat menulis karena kurng membudyakan baca-tulis. Seseorng dapat dikatakan ahli dalam menulis karena ia ahli dalam membaca. Ihwalnya setiap individu bisa sukses, hanya bagaimana cara mereka menenggelamkan sifat malas mereka adalah salah satu tugas tiap individu itu sendiri.

Di sini, saya akan mencoba menguraikan pendapat saya berdasarkan salah satu BAB (BAB 6) yang telah saya baca dari buku Prof. Dr. Chaedar Alwasilah yang berjudul “ Rekayasa Literasi”. Isi di dalamnya tidak jauh dari masalah minat baca-tulis masyarakat Indonesia. Ada beberapa poin penting yang saya ambil dari wacana tersebut yaitu mengenai pengajaran bahasa asing di setiap pendidikan yang cara menggunakannya dapat dengan lima (5) pendekatan, yaitu:

1.                  Pendekatan Struktural à Grammar Translation Method
Fokus pada            :     Bentuk bahasa, melatih mengidentifikasi jenis kata , unit,-unit sintaksis (kata, frase, klausa)
Tujuan pendekatan ini dilakukan yaitu agar siswa dapat memperbaiki dan menganalisis tiap kesalahan bahasa yang dipelajari.

2.                  Pendekatan Audiolingual atau dengar-ucap (1940-1960)
Fokus pada            :     Latihan dialog-dialog pendek
Akan tetapi pendekatan ini tidak efektif dan penguasaan baca tulis terabaikan oleh siswa.

3.                  Pendekatan Kognitif dan Transformatif
Fokus pada            :     Pembangkitan petensi berbahasa siswa
Tujuan pendekatan ini adalah agar siswa terus meningkatkan kemampuan dalam berbahasa yang mereka kuasai.

4.                  Pendekatan Communicative Competence (1980-1990)
Fokus pada            :     Latihan siswa berkomunikasi dalam menggunakan bahasa yang baik
Tujuan dari pendekatan ini adalah agar siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa sesuai bahasa yang ditargetkan.

5.                  Pendekatan Literasi atau Pendekatan genre-based
Tujuan pendekatan ini adalah agar siswa mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi.
Dalam pendekatan ini terdapat 4 tahap pembelajaran, yaitu:
a)                  Membangun pengetahuan (building knowledge of field)
b)                  Menyusun model-model teks (onstruction modeling of text)
c)                  Menyusun teks bersama (joint contruction of text)

Berbicara mengenai literasi tidak akan pernah ada habisnya karena banyak yang mengidentifikasikan literasi secara sederhana maupun kompleks. Literasi merupakan suatu pembelajaran dimana di dalamnya mengandung genre, wacana, literasi, teks, dan konteks. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hanya terdapat kata literator dan literos (halaman 836) yang bermakna educated. Dengan kata lain terdapat pengertian secara sempit mengenai literasi, yaitu: 

Literasi àdalah Kemampuan membaca dan menulis
Literasi àdalah Praktik kulturl yang berkaitan dengan persoalan social dan politik.

Dalam buku Prof. Chaedar pula mencantumkan sebuah gagasan yang ditawarkan oleh Freebody dan Luke ke dalam 4 model, yaitu :
1)                  -Memahami kode dalam teks (Breaking the Codes of Texts)
2)                  -Terlibat dalam memakai teks (Using text functionally)
3)                 - Melakukan analisis dan mentransformasi teks secara kritis (Critically analyzing and transformising texts)

Kata literasi dari dahulu hingga sekarang tidak pernah lepas dari peran baca-tulis dan juga peran dari write-reader. Makna literasi itu sendiri terus berkembang sesuai dengan sudut pandang masing-masing ahli bahasa. Di sini terdapat tujuh (7) dimensi yang berhubungan dengan kajian lintas dalam penggunaan bahasa, yaitu:
a)          * Dimensi Geografis (local, nasional, regional, dan internasional) tergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring sosialnya.
b)                  * Dimensi Bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan dan sebagainya).
Pendidikan yang berkualitas tinggi akan menghasilkan literasi yang berkualitas pula.
c)                 * Dimensi Keterampilan (membaca, menulis, menghitung dan berbicara).
Setiap sarjana mampu membaca, tapi tidak semua sarjana mampu menulis.
d)      * Dimensi Fungsi (memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan dan mengembangkan potensi diri)
e)                  * Dimensi Media ( teks, cetak, visual, digital)
Ø    Literasi visual àdalah kemampuan dimana individu memiliki kemampuan mengenali penggunaan garis, bentuk, dan warna sehingga dapat menginterpretasikan tindakan, mengenali objek dan memahami pesan lambing (Read and Smith : 1982). Contohnya film, gambar dan yang lainnya.
Ø    Literasi digital
Ø    Literasi virtual
f)                   * Dimensi Jumlah (satu, dua, beberapa…)
Literasi di sini bersifat relative. Artinya mampu berinteraksi dalam berbagai situasi.
g)                  * Dimensi Bahasa (etnis, local, nasional, regional, internasional)
--> Literacy Singular
--> Literacy Plural

Selain 7 dimensi di atas, dalam buku tersebut memaparkan bahwa terdapat 10 gagasan kunci yang menunjukkan pesatnya perkembangan teknologi dan budaya saat ini sangat berpengaruh besar terhadap pemahaman literasi, yaitu :

1.                  1. Ketertiban lembaga-lembaga social
2.                  2. Tingkat kefasihan relative
3.                  3. Pembangunan potensi diri dan pengetahuan
4.                  4. Standar dunia
5.                  5. Warga masyarakat demokratis
6.                  6. Keragaman lokal
7.                  7. Hubungan global
8.                  8. Kewarganegaraan yang efektif
9.                  9. Bahasa Inggris ragam dunia
10.              10. Kemampuan berpikir kritis

Dari kesepuluh gagasan kunci di atas, tentunya hal ini tidak terlepas dari peran masyarakat yang kaya akan literasi semiotic, yang berarti masyarakat membudayakan memaknai, menandai setiap tanda, sistem tanda, termasuk persoalan ikon, kode, struktur dan komunikasi dan memang seharusnya masyarakat menguasai akan literasi semiotik. Sehingga dengan kondisi teknologi seperti sekarang ini kita sebagai masyarakat tidak terkesan tertinggal. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah kenapa sifat malas yang menjadi faktor utama terhadap rendahnya minat baca-tulis kita? Jika seperti itu adanya, pendidikan bahasa yang ada di tiap sekolah hanya akan terkesan sia-sia.
Adapun mengenai perkembangan literasi yang semakin luas terhadap pendidikan bahasa, terdapat 7 prinsip literasi terhadap pendidikan yang berbasis literasi pula :
a.                   Literasi            :           Kecakapan hidup (life skill)
b.                  Literasi            :           Mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara kritis baik terulis maupun lisan.
c.                   Literasi            :           Refleksi penguasaan dan apresiasi budaya
d.                  Literasi            :           Kegiatan refleksi (diri)
e.                   Literasi            :           Hasil kolaborasi
                                    Berbaca-tulis selalu melibatkan kolaborasi antara dua pihak yang berkomunikasi.
f.                   Literasi            :           Kegiatan melakukan interpretasi dan memaknai interpretasi penulis.

Kali ini saya akan berpendapat mengenai kondisi literasi Indonesia yang amat ironis terutama bagi anak bangsa. Yang menjadi persoalan adalah akan dibawa kemana dan akan menjadi seperti apa negeri ini jika generasi penerus pada jaman sekarang sangat acuh terhadap literasi? Tidak dapat lari dari kenyataan karena memang itulah yang terjadi. Pantas saja jika posisi minat baca-tulis Indonesia menempati urutan yang tidak kita harapkan dan sudah terbukti melalui penelitian dunia pada tahun 1999 yang dikenal dengan PIRLS (Progrrss in Internasional Reading Literacy Study), PISA (Program for Internasional Student Assessment) dan TIMSS (the Third Internasional and Science Study) yang meneliti ukuran literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Kemudian PIRLS melakukan penelitian literasi membaca siswa kelas IV pada tahun 2006 di Indonesia dibandingkan dengan Negara lainnya. Ternyata hasilnya mencengangkan bahkan memalukan, dan penelitian proses membacanya meliputi Interpreting, Intergrating, dan Evaluating, dengan hasil :

*-Indonesia menempati posisi ke-5 terendah dengan nilai 407
*-Indonesia memiliki HDI (Indeks pembangunan manusia) terendah dibandingkan dengan Negara lain.
*-Indonesia merupakan negara dengan indicator tinggi dalam Retrieving dan Straightforward inferecing process.
*-Indonesia hanya tercatat 2% terhadap siswa yang berstatus high literacy, 19% menengah (medium), dan 55% pada posisi rendah (low).
*-Indonesia diukur dengan index of home educational resources (HER) yang meliputi jumlah buku, jumlah buku anak-anak, sumber belajar lain, meja belajar sendiri, buku milik sendiri, dan akses ke surat kabar.
*-Indonesia masuk ke dalam 1% (High HER), 62% medium, 37% low kemudian yang menempati posisi tertinggi dalam HER yaitu Inggris, AS, Islandia, Norwegia, Skotlandia, Denmark, Swedia, Selandia Baru, Israel dan Kanada.
*-Indonesia masuk dalam urutan negara dengan kategori lulusan pendidikan orang tua yang terendah dibandingkan dengan Negara lain. 

Maka dari itu, kesimpulan dari tujuh temuan di atas ialah:
- Tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan siswa-siswa negara lain. Jadi, Indonesia belum berhasil menciptakan negara literat.
- Tanpa kegiatan membaca banyak, orang sulit menjadi penulis. Namun banyak membaca tidak menjamin orang rajin menulis.
- Jumlah terbitan buku Negara pertahun sampai 2003, yaitu:
à Amerika    : 90.000 buku
à India         : 70.000 buku
à Jepang       : 60.000 buku
à Korea        : 45.000 buku
à Malaysia   : 8.500 buku
à Indonesia  : 6.000 buku

-Bila setiap dosen menjalankan kewajibannya untuk menulis sebuah buku dalam setiap tiga tahun, tentunya akan terbit sekitar 77.000 buah buku.
Penguasaan literasi pada ihwalnya harus dikuasai oleh guru :
Berdasarkan penelitian Setiadi (2010) terhadap beberapa kenyataan sebagai berikut :
v    Guru mengandalkan kurikulum nasional dan buku pokok
v    Pemodalan dalam kegiatan membaca dan menulis tidak lazim dilakukan oleh para guru
v    Guru tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam kegiatan mengelola kelas

Terdapat 6 profesionalisme guru terhadap pendidikan literasi, yaitu:
o        Komitmen professional
o        Komitmen etis
o        Strategi analisis dan efektif
o        Efikasi diri
o        Pengetahuan bidang studi
o        Keterampilan literasi dan numerasi (Cole dan Chan, 1994 dikutip oleh Setiadi: 2010)

Perlu diingat kembali bahwa orang yang berliterasi ialah orang yang terdidik dan berbudaya. Adapun berdasarkan buku “Rekayasa Literasi” di sini ialah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa adalah pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan.
Rekayasa literasi sangatlah berpengaruh untuk perkembangan jaman. Terdapat 4 dimensi terhadap perbaikan rekayasa literasi, di antaranya :
a)                  Linguistik (focus teks)
b)                  Kognitif (focus pada minda)
c)                  Sosiokultural (focus kelompok)
d)                 Perkembangan (focus pertumbuhan (Kucer, 2005 : 293-4)

Dari poin-poin di atas diuraikan seperti berikut :

            Dimensi pengetahuan kebahasaan : 
§     Sistem bahasa untuk membangun makna
§     Persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulis
§     Ragam tulis

Dimensipengetahuan kognitif :
§     Aktif, selektif dan konstruktif
§     Memanfaatkan pengetahuan yang ada
§     Menggunakan proses mental dan strategi

Dimensi pengetahuan perkembangan :
§     Pembelajaran yang aktif dan konstruktif
§     Memakai berbagai strategi dan proses mengontruksi berbagai dimensi literasi
§     Pengamatan data
§     Bagaimana menggunakan dukungan dan mediasi dari pelaku literasi
§     Pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh
§     Bagaimana menegosiasi makna tekstual

Dimensi pengetahuan sosiokultural :
§     Tujuan dan pola literasi yang beragam
§     Aturan dan norma dalam melakukan transaksi dengan bahasa tulis
§     Fitur linguistic
§     Bagaimana menggunakan literasi tertentu
§     Kemampuan melakukan kritik teks dari berbagai kelompok sosial dan lembaga

Dimensi kegiatan literasi :
           # Melibatkan 4 dimensi :
ü  Bahasa
ü  Kognitif
ü  Sosial
ü  Perkembangan

Literasi oh literasi, mau dibawa kemana jiwa ini apabila tanpa keinginan menulis dan membaca. Terasa hampalah batin ini karena kosong akan serapan ilmu. Kenyataan yang memang harus kita hadapi dan memang harus kita perangi dan berupaya membuang sejauh mungkin sifat malas yang masih tertancap di sanubari. Lebih baik kita menjadi siswa yang mau dipaksa untuk pintar dari pada jadi siwa yang mau dibiarkan bodoh.

Banyaknya lulusan sarjana di Indonesia akan tetapi dimana letak literasi yang ada dalam diri mereka?  perlu kita ingat kembali, literasi merupakan suatu kemampuan berbaca-tulis dan malah bagi sebagian orang literasi merupakan orang yang kaya akan budaya baca-tulis. Dalam kurikulum Bahasa Asing program S-1 terdapat 3 komponen, yaitu : Muatan cultural, muatan kognitif, dan muatan reproduksi. Menurut pandangan (Kucer :2000) terhadap literasi mengandung 3 paradigman yang beragam dalam pembelajaran literasi, di antaranya:
Decoding                               :       Siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu tentang literasi, yakni bagaimana memaknai kode bahasa.
                                                      Rumus : Belajar literasià belajar literasià belajar melalui literasi
Keterampilan                        :       Siswa membangun literasi dengan diajari terlebih dahulu dalam pengetahuan tentangliterasi, yakni cara memaknai bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosakata.
                                                      Rumus : Belajar ihwal literasià belajar literasià belajar melalui literasi
Bahasa secara utuh              :       Siswa akan mampu menemukan keteraturan bahasa.
                                                      Rumus : Belajar melalui literasià belajar literasià belajar ihwal literasi


Kesimpulan dari berbagai penjelasan di atas ialah bahwa paradigm a terhadap literasi kian berkembang. Dimana paradigma itu merupakan cara pandang dan pemaknaan terhadap objek pandang. Akan tetapi itu semua butuh proses dan penelitian yang dapat diterima oleh para ahli. terpuruknya peringkat literasi Indonesia di mata dunia bukan berarti membuat kita pesimis untuk bangkit, justru itu semua sebagai acuan untuk kita dalam melakukan perubahan berawal dari kesadaran diri-sendiri. Sehingga kita dapat menunjukkan ke dunia bahwa Indonesia dapat bangkit melalui peningkatan literasi sejak dini.



0 comments:

Post a Comment