Sampai saat ini, Indonesia masih tergolong ke dalam Negara yang rendah akan literasi. Hal ini terbukti dengan sepinya keadaan di tiap perputakaan sekolah maupun umum di Indonesia. mungkin sifat kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia ini yang menjadi faktor utama penyebab rendahnya bahkan sangat tertinggalnya Indonesia dalam pembangunan Negara, padahal sesungguhnya banyak fasilitas membaca yang merupakan surge buat penggemar buku.
Bukti sejarah kuno
tidak berpengaruh besar terhadap perkembangan lisan masyarakat Indonesia.
Rendahnya minat menulis karena kurng membudyakan baca-tulis. Seseorng dapat
dikatakan ahli dalam menulis karena ia ahli dalam membaca. Ihwalnya setiap
individu bisa sukses, hanya bagaimana cara mereka menenggelamkan sifat malas
mereka adalah salah satu tugas tiap individu itu sendiri.
Di sini, saya akan
mencoba menguraikan pendapat saya berdasarkan salah satu BAB (BAB 6) yang telah
saya baca dari buku Prof. Dr. Chaedar Alwasilah yang berjudul “ Rekayasa
Literasi”. Isi di dalamnya tidak jauh dari masalah minat baca-tulis masyarakat
Indonesia. Ada beberapa poin penting yang saya ambil dari wacana tersebut yaitu
mengenai pengajaran bahasa asing di setiap pendidikan yang cara menggunakannya
dapat dengan lima (5) pendekatan, yaitu:
1.
Pendekatan
Struktural à Grammar Translation Method
Fokus pada : Bentuk
bahasa, melatih mengidentifikasi jenis kata , unit,-unit sintaksis (kata,
frase, klausa)
Tujuan
pendekatan ini dilakukan yaitu agar siswa dapat memperbaiki dan menganalisis
tiap kesalahan bahasa yang dipelajari.
2.
Pendekatan
Audiolingual atau dengar-ucap (1940-1960)
Fokus
pada : Latihan dialog-dialog pendek
Akan
tetapi pendekatan ini tidak efektif dan penguasaan baca tulis terabaikan oleh
siswa.
3.
Pendekatan
Kognitif dan Transformatif
Fokus
pada : Pembangkitan petensi berbahasa siswa
Tujuan
pendekatan ini adalah agar siswa terus meningkatkan kemampuan dalam berbahasa
yang mereka kuasai.
4.
Pendekatan
Communicative Competence (1980-1990)
Fokus
pada : Latihan siswa berkomunikasi dalam menggunakan bahasa yang baik
Tujuan
dari pendekatan ini adalah agar siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa sesuai
bahasa yang ditargetkan.
5.
Pendekatan
Literasi atau Pendekatan genre-based
Tujuan pendekatan ini adalah agar
siswa mampu menghasilkan wacana yang sesuai dengan tuntutan konteks komunikasi.
Dalam pendekatan ini terdapat 4
tahap pembelajaran, yaitu:
a)
Membangun
pengetahuan (building knowledge of field)
b)
Menyusun
model-model teks (onstruction modeling of text)
c)
Menyusun teks bersama
(joint contruction of text)
Berbicara mengenai literasi tidak akan pernah ada
habisnya karena banyak yang mengidentifikasikan literasi secara sederhana
maupun kompleks. Literasi merupakan suatu pembelajaran dimana di dalamnya
mengandung genre, wacana, literasi, teks, dan konteks. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) hanya terdapat kata literator dan literos (halaman 836) yang
bermakna educated. Dengan kata lain terdapat pengertian secara sempit mengenai
literasi, yaitu:
Literasi àdalah Kemampuan membaca
dan menulis
Literasi àdalah Praktik kulturl
yang berkaitan dengan persoalan social dan politik.
Dalam buku Prof.
Chaedar pula mencantumkan sebuah gagasan yang ditawarkan oleh Freebody dan Luke
ke dalam 4 model, yaitu :
1)
-Memahami
kode dalam teks (Breaking the Codes of Texts)
2)
-Terlibat
dalam memakai teks (Using text functionally)
3) -
Melakukan analisis
dan mentransformasi teks secara kritis (Critically analyzing and transformising
texts)
Kata literasi dari dahulu hingga sekarang tidak pernah
lepas dari peran baca-tulis dan juga peran dari write-reader. Makna literasi
itu sendiri terus berkembang sesuai dengan sudut pandang masing-masing ahli
bahasa. Di sini terdapat tujuh (7) dimensi yang berhubungan dengan kajian
lintas dalam penggunaan bahasa, yaitu:
a) * Dimensi
Geografis (local, nasional, regional, dan internasional) tergantung pada
tingkat pendidikan dan jejaring sosialnya.
b)
* Dimensi Bidang
(pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan dan sebagainya).
Pendidikan yang berkualitas tinggi akan
menghasilkan literasi yang berkualitas pula.
c) * Dimensi
Keterampilan (membaca, menulis, menghitung dan berbicara).
Setiap sarjana mampu membaca, tapi
tidak semua sarjana mampu menulis.
d) * Dimensi Fungsi
(memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan
pengetahuan dan mengembangkan potensi diri)
e)
* Dimensi Media (
teks, cetak, visual, digital)
Ø Literasi
visual àdalah
kemampuan dimana individu memiliki kemampuan mengenali penggunaan garis,
bentuk, dan warna sehingga dapat menginterpretasikan tindakan, mengenali objek
dan memahami pesan lambing (Read and Smith : 1982). Contohnya film, gambar dan
yang lainnya.
Ø Literasi
digital
Ø Literasi
virtual
f) * Dimensi Jumlah
(satu, dua, beberapa…)
Literasi di sini bersifat relative.
Artinya mampu berinteraksi dalam berbagai situasi.
g)
* Dimensi Bahasa
(etnis, local, nasional, regional, internasional)
--> Literacy Singular
--> Literacy Plural
Selain 7 dimensi di atas, dalam buku tersebut
memaparkan bahwa terdapat 10 gagasan kunci yang menunjukkan pesatnya
perkembangan teknologi dan budaya saat ini sangat berpengaruh besar terhadap
pemahaman literasi, yaitu :
1.
1. Ketertiban
lembaga-lembaga social
2.
2. Tingkat
kefasihan relative
3.
3. Pembangunan
potensi diri dan pengetahuan
4.
4. Standar dunia
5.
5. Warga masyarakat
demokratis
6.
6. Keragaman lokal
7.
7. Hubungan global
8. 8. Kewarganegaraan
yang efektif
9.
9. Bahasa Inggris
ragam dunia
10.
10. Kemampuan
berpikir kritis
Dari kesepuluh gagasan kunci di atas, tentunya hal
ini tidak terlepas dari peran masyarakat yang kaya akan literasi semiotic, yang
berarti masyarakat membudayakan memaknai, menandai setiap tanda, sistem tanda,
termasuk persoalan ikon, kode, struktur dan komunikasi dan memang seharusnya
masyarakat menguasai akan literasi semiotik. Sehingga dengan kondisi teknologi
seperti sekarang ini kita sebagai masyarakat tidak terkesan tertinggal. Akan
tetapi yang menjadi pertanyaan adalah kenapa sifat malas yang menjadi faktor
utama terhadap rendahnya minat baca-tulis kita? Jika seperti itu adanya,
pendidikan bahasa yang ada di tiap sekolah hanya akan terkesan sia-sia.
Adapun mengenai
perkembangan literasi yang semakin luas terhadap pendidikan bahasa, terdapat 7
prinsip literasi terhadap pendidikan yang berbasis literasi pula :
a.
Literasi : Kecakapan
hidup (life skill)
b.
Literasi : Mencakup
kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara kritis baik
terulis maupun lisan.
c.
Literasi : Refleksi
penguasaan dan apresiasi budaya
d.
Literasi : Kegiatan
refleksi (diri)
e.
Literasi : Hasil
kolaborasi
Berbaca-tulis selalu melibatkan
kolaborasi antara dua pihak yang berkomunikasi.
f.
Literasi : Kegiatan
melakukan interpretasi dan memaknai interpretasi penulis.
Kali ini saya akan
berpendapat mengenai kondisi literasi Indonesia yang amat ironis terutama bagi
anak bangsa. Yang menjadi persoalan adalah akan dibawa kemana dan akan menjadi
seperti apa negeri ini jika generasi penerus pada jaman sekarang sangat acuh
terhadap literasi? Tidak dapat lari dari kenyataan karena memang itulah yang
terjadi. Pantas saja jika posisi minat baca-tulis Indonesia menempati urutan
yang tidak kita harapkan dan sudah terbukti melalui penelitian dunia pada tahun
1999 yang dikenal dengan PIRLS (Progrrss
in Internasional Reading Literacy Study), PISA (Program for Internasional Student Assessment) dan TIMSS (the Third Internasional and Science Study)
yang meneliti ukuran literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan alam.
Kemudian PIRLS melakukan penelitian literasi membaca siswa kelas IV pada tahun
2006 di Indonesia dibandingkan dengan Negara lainnya. Ternyata hasilnya
mencengangkan bahkan memalukan, dan penelitian proses membacanya meliputi Interpreting, Intergrating, dan Evaluating, dengan hasil :
*-Indonesia menempati posisi ke-5 terendah dengan nilai 407
*-Indonesia memiliki HDI (Indeks pembangunan manusia) terendah dibandingkan dengan Negara
lain.
*-Indonesia merupakan negara dengan indicator tinggi dalam Retrieving dan Straightforward inferecing process.
*-Indonesia
hanya tercatat 2% terhadap siswa yang berstatus high literacy, 19%
menengah (medium), dan 55% pada posisi rendah (low).
*-Indonesia
diukur dengan index of home educational resources (HER) yang meliputi
jumlah buku, jumlah buku anak-anak, sumber belajar lain, meja belajar
sendiri, buku milik sendiri, dan akses ke surat kabar.
*-Indonesia
masuk ke dalam 1% (High HER), 62% medium, 37% low kemudian yang
menempati posisi tertinggi dalam HER yaitu Inggris, AS, Islandia,
Norwegia, Skotlandia, Denmark, Swedia, Selandia Baru, Israel dan Kanada.
-
Tingkat literasi siswa Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan
siswa-siswa negara lain. Jadi, Indonesia belum berhasil menciptakan
negara literat.
- Tanpa kegiatan membaca banyak, orang sulit menjadi penulis. Namun banyak membaca tidak menjamin orang rajin menulis.
- Jumlah terbitan buku Negara pertahun sampai 2003, yaitu:
- Tanpa kegiatan membaca banyak, orang sulit menjadi penulis. Namun banyak membaca tidak menjamin orang rajin menulis.
- Jumlah terbitan buku Negara pertahun sampai 2003, yaitu:
à Amerika : 90.000 buku
à India : 70.000 buku
à Jepang : 60.000 buku
à Korea : 45.000 buku
à Malaysia : 8.500 buku
à Indonesia : 6.000 buku
-Bila setiap dosen menjalankan
kewajibannya untuk menulis sebuah buku dalam setiap tiga tahun, tentunya akan
terbit sekitar 77.000 buah buku.
Penguasaan literasi pada ihwalnya harus dikuasai oleh guru :
Berdasarkan penelitian Setiadi (2010) terhadap
beberapa kenyataan sebagai berikut :
v Guru
mengandalkan kurikulum nasional dan buku pokok
v Pemodalan
dalam kegiatan membaca dan menulis tidak lazim dilakukan oleh para guru
v Guru
tidak mendapatkan pelatihan yang memadai dalam kegiatan mengelola kelas
Terdapat 6 profesionalisme guru terhadap
pendidikan literasi, yaitu:
o
Komitmen
professional
o
Komitmen etis
o
Strategi
analisis dan efektif
o
Efikasi diri
o
Pengetahuan
bidang studi
o
Keterampilan
literasi dan numerasi (Cole dan Chan, 1994 dikutip oleh Setiadi: 2010)
Perlu diingat kembali bahwa orang
yang berliterasi ialah orang yang terdidik dan berbudaya. Adapun berdasarkan
buku “Rekayasa Literasi” di sini ialah upaya yang disengaja dan sistematis
untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa adalah
pintu masuk menuju ke pendidikan dan pembudayaan.
Rekayasa literasi sangatlah
berpengaruh untuk perkembangan jaman. Terdapat 4 dimensi terhadap perbaikan
rekayasa literasi, di antaranya :
a)
Linguistik
(focus teks)
b)
Kognitif (focus pada
minda)
c)
Sosiokultural
(focus kelompok)
d)
Perkembangan
(focus pertumbuhan (Kucer, 2005 : 293-4)
Dari poin-poin di
atas diuraikan seperti berikut :
Dimensi pengetahuan kebahasaan :
Dimensi pengetahuan kebahasaan :
§ Sistem
bahasa untuk membangun makna
§ Persamaan
dan perbedaan bahasa lisan dan tulis
§ Ragam
tulis
Dimensipengetahuan kognitif :
§ Aktif,
selektif dan konstruktif
§ Memanfaatkan
pengetahuan yang ada
§ Menggunakan
proses mental dan strategi
Dimensi pengetahuan perkembangan :
Dimensi pengetahuan perkembangan :
§ Pembelajaran
yang aktif dan konstruktif
§ Memakai
berbagai strategi dan proses mengontruksi berbagai dimensi literasi
§ Pengamatan
data
§ Bagaimana
menggunakan dukungan dan mediasi dari pelaku literasi
§ Pemanfaatan
pengetahuan yang diperoleh
§ Bagaimana
menegosiasi makna tekstual
Dimensi pengetahuan sosiokultural :
Dimensi pengetahuan sosiokultural :
§ Tujuan
dan pola literasi yang beragam
§ Aturan
dan norma dalam melakukan transaksi dengan bahasa tulis
§ Fitur
linguistic
§ Bagaimana
menggunakan literasi tertentu
§ Kemampuan
melakukan kritik teks dari berbagai kelompok sosial dan lembaga
Dimensi kegiatan literasi :
Dimensi kegiatan literasi :
#
Melibatkan 4 dimensi :
ü Bahasa
ü Kognitif
ü Sosial
ü Perkembangan
Literasi oh literasi, mau dibawa
kemana jiwa ini apabila tanpa keinginan menulis dan membaca. Terasa hampalah
batin ini karena kosong akan serapan ilmu. Kenyataan yang memang harus kita
hadapi dan memang harus kita perangi dan berupaya membuang sejauh mungkin sifat
malas yang masih tertancap di sanubari. Lebih baik kita menjadi siswa yang mau
dipaksa untuk pintar dari pada jadi siwa yang mau dibiarkan bodoh.
Banyaknya lulusan sarjana di
Indonesia akan tetapi dimana letak literasi yang ada dalam diri mereka? perlu kita ingat kembali, literasi merupakan
suatu kemampuan berbaca-tulis dan malah bagi sebagian orang literasi merupakan
orang yang kaya akan budaya baca-tulis. Dalam kurikulum Bahasa Asing program
S-1 terdapat 3 komponen, yaitu : Muatan cultural, muatan kognitif, dan muatan
reproduksi. Menurut pandangan (Kucer :2000) terhadap literasi mengandung 3
paradigman yang beragam dalam pembelajaran literasi, di antaranya:
Decoding : Siswa membangun literasi dengan diajari
terlebih dahulu tentang literasi, yakni bagaimana memaknai kode bahasa.
Rumus
: Belajar literasià belajar literasià
belajar melalui literasi
Keterampilan : Siswa membangun literasi dengan diajari
terlebih dahulu dalam pengetahuan tentangliterasi, yakni cara memaknai
bentuk-bentuk bahasa seperti morfem dan kosakata.
Rumus : Belajar ihwal literasià
belajar literasià belajar melalui literasi
Bahasa secara utuh : Siswa akan mampu menemukan keteraturan
bahasa.
Rumus : Belajar melalui literasià
belajar literasià belajar ihwal literasi
Kesimpulan dari
berbagai penjelasan di atas ialah bahwa paradigm a terhadap literasi kian
berkembang. Dimana paradigma itu merupakan cara pandang dan pemaknaan terhadap
objek pandang. Akan tetapi itu semua butuh proses dan penelitian yang dapat
diterima oleh para ahli. terpuruknya peringkat literasi Indonesia di mata dunia
bukan berarti membuat kita pesimis untuk bangkit, justru itu semua sebagai
acuan untuk kita dalam melakukan perubahan berawal dari kesadaran diri-sendiri.
Sehingga kita dapat menunjukkan ke dunia bahwa Indonesia dapat bangkit melalui
peningkatan literasi sejak dini.
0 comments:
Post a Comment