Friday, February 14, 2014


Slogan “Pokoknya harus bisa menulis” membuat saya benar-benar bisa menulis. Prima facie principle pun bisa tersaji dengan lumayan baik pada class review serta appetizer essay pertama saya minggu lalu. Itu terbukti dari pengakuan dosen saya terhadap hasil karya serta jawaban saya dan teman-teman saya yang dianggapnya sudah jauh lebih baik bila dibandingkan dengan kelas lainnya. Dan itu pula lah yang membuat kita jauh lebih bersemangat untuk menulis, Because we write with the purpose..
Terdapat berbagai macam tujuan mengapa kita menulis. Apa hanya untuk mendapatkan nilai yang besar atau bahkan tanpa tujuan dan menulis hanya untuk memenuhi learning kontrak. Tapi sebagai seorang mahasiswa penulis seharusnya kita memiliki tujuan yang pasti dalam menulis. Apalagi di semester empat yang penuh komplikasi ini, setiap mahasiswa harus memiliki tujuan dan mengetahui siapa kita sebenarnya.
Semester ini, berbeda dengan semester sebelumnya. Bila semester dua lalu kita hanya menulis untuk menghibur atau menginformasikan suatu hal. Maka pada semester ini  kita akan dituntut menulis secara scientific atau biasa dikenal dengan academic writing. Itu pun sesuai dengan nama mata kuliah writing empat ini, yakni writing in educatioanl purpose. Selain dituntut untuk menjadi academic writing kita pun dianjurkan untuk menjadi seorang “critical reader” atau tidak menelan bulat-bulat suatu bacaan.
Menulis bukanlah sebuah hal yang mudah, melainkan sebuah hal yang sangat kompleks. Terdapat tiga pengertian tentang apa itu menulis. Pertama, menulis adalah suatu cara untuk mengetahui sesuatu. Sebelum menulis, seorang penulis biasanya akan mencari sekumpulan data. Pencarian tersebut dilakukan melalui membaca, dan lewat itu lah seorang penulis dapat mendapat informasi sehingga membuat mereka banyak mengetahui  sesuatu. Berikutnya adalah menulis merupakan suatu cara untuk mempresentasikan sesuatu. Sesuatu disini adalah informasi yang kita dapat dari membaca atau pengalaman yang nantinya akan bertransformasi menjadi sebuah produk yakni ilmu pengetahuan. Dan yang terakhir, menulis adalah suatu cara untuk memproduksi sesuatu (ilmu pengetahuan).
Menulis adalah suatu hal yang tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, terdapat beberapa cara untuk menulis. Menulis itu haruslah disertai dengan feeling. Saat menulis kita harus memusatkan semuanya pada satu titik, yakni ujung tangan kita. Menulis pun membutuhkan energy yang besar serta butuh pemikiran yang cemerlang. Sehingga menulis juga bisa dikatakan sebagai olehraga karena menulis pun membutuhkan banyak sekali tenaga.
Sebagai seorang yang belajar bahasa asing. Kita tidak hanya dituntut untuk menulis secara efektiv dalam bahasa asing yang kita pelajari saja. Tapi juga seharusnya dalam bahasa ibu kita juga. Dengan kata lain kita dituntut untuk menjadi seorang multilingual written. Selain itu sebagai student of language kita pun harus bisa menjadi student of writing, karena lewat tulisan kita bisa jauh lebih banyak melakukan suatu hal. Bahkan lewat tulisan kita bisa mengubah dunia.
Hyland dalam bukunya pun pernah berkata bahwa menulis adalah sebuah praktek berdasarkan espektasi/keinginan. Seorang penulis harus mengerti apa yang diharapkan oleh pembaca (Reader) . Penulis harus mengantisipasi pembaca yang mungkin menginginkan bahan bacaan berdasarkan teks yang telah dibaca sebelumnya, jadi penulis harus tau apa backround dari pembaca dan buku apa saja yang telah dibaca untuk memaksimalkan keinginan dari pembaca.
Hubungan antara write-reader adalah sebuah hubungan seni. Seperti halnya tarian, writer dan reader merupakan sebuah pasangan yang melengkapi satu sama lain, saling membantu agar seirama. Jadi Penulis dan pembaca harus membangun koneksi ketika memaknai text yang sama, karena makna sesungguhnya terjadi bukan di teks tetapi berdasarkan sudut pandang reader yang dinamis. Dengan kata lain reader bagaikan membangkitkan roh yang ada dalam tulisan. Oleh karena itu penulis dan pembaca sering diibaratkan bagaikan dua orang penari yang saling mengikuti langkah dari yang lainnya, dan membuat konektifitas yang tak terpisahkan diantara mereka.
Dikutip dari lehtonen, bahasa mempunyai sistem sendiri yang mendefinisikan dan mengartikan dirinya sendiri. Dan meaning itu terjadi ketika ada writer and reader, jika kehilangan salah satunya maka akan kehilangan meaning, karena jika tidak ada yang membaca maka  tulisan kita tidak berarti apa apa. Dengan kata lain meaning bisa dibangun karena adanya kolaborasi antara writer dan readers.
Lalu dimanakah hubungan keduanya? Koneksi keduannya berada antara  text dan konteks. Konteks ada pada seorang pembaca sedangkan teks menempel pada penulis. Sedangkan ditengah antara keduanya adalah meaning. Meaning ini seharusnya searah, tetapi kadang tidak sama karena sesuai dengan experiences masing-masing. Kalau kita harus mengkritisi kita harus tahu background dari keduanya, writer-reader. Namun bila terdapat sebuah perbedaan dalam meaning maka yang harus menyesuaikan itu adalah pembaca.
Semua negosiasi makna ada pada reader. Jika seseorang sedang membaca secara otomatis dia sedang bernegosiasi mencari makna yang terkandung dalam tulisan tersebut. Jadi terserah kita mengambil atau mengamati maknanya bahkan yang mengartikan suatu buku bagus atau jelek pun itu tergantung dari pembaca yang membaca buku tersebut.
Namun, pada kenyataannya teks sama sekali tidak seperti jenis puzzle untuk dipecahkan . Selain itu , pembaca tidak pernah menemukan teks yang mereka baca sendiri : selalu ada sejumlah teks dan faktor hadir dalam interaksi teks dan pembaca lainnya . Hal ini dapat diilustrasikan dengan percobaan analis wacana Michel Pêcheux pada murid-muridnya yang dilakukan pada awal 1980-an. Pêcheux membuat dua kelompok siswa untuk membaca teks yang sama yang berurusan dengan ilmu ekonomi , tetapi mengatakan salah satu kelompok bahwa teks tersebut memiliki kecenderungan kiri di dalamnya , sementara ia mengatakan kepada kelompok lain bahwa teks ditulis oleh konservatif . Kedua kelompok menafsirkan teks dengan cara yang benar-benar berlawanan , karena mereka melakukan pendekatan  dengan expectations dan kerangka kerja konseptual yang berbeda. Dalam pertentangan ini , kita dapat melihat bahwa kita tidak pernah menemui teks tanpa bantuan kerangka kerja konseptual dan hipotesis tertentu yang kami produksi dalam mengartikan teks .
Gagasan yang Lehtonen uraikan tentang konteks kategoris berangkat dari model tradisional mengenai hubungan antara teks dan konteks . Bahkan , sifat seluruh konsep ' konteks ' harus benar-benar dievaluasi kembali . Konteks tidak ada sebelum penulis atau teks , juga tidak ada di luar mereka . Sesuai dengan arti harfiahnya , ' con - teks ' adalah sesama teks yang selalu ada bersama-sama dengan teks-teks yang mereka konteks . Selain itu, kebersamaan ini sering berarti berada di dalam teks , yang seperti Balzac katakan pada bab sebelumnya. Dengan demikian , teks adalah bahan baku makna , yang mengaktifkan dan juga memproduksi sumber daya pembaca kontekstual : sumber linguistik , konsepsi realitas , nilai, kepercayaan dan sebagainya. Selain itu , konteks yang hadir di kedua menulis dan membaca bukanlah 'latar belakang', melainkan semacam majelis cita-cita dan nilai-nilai statis tapi juga secara aktif mempengaruhi konvensi penulis dan bagaimana pembaca bertemu teks .
“Anda , pembaca , tidak melihat saya , penulis , saat Anda membaca buku ini , atau tahu apa-apa tentang keadaan di mana saya menulis . Anda tidak tahu perubahan apa yang saya telah membuat dalam kalimat ini , ketika saya menambahkan ke naskah , atau apakah saya berhenti untuk memiliki secangkir kopi antara titik-titik tersebut . . . atau ini . . . Dan oleh konvensi budaya kita Anda tidak peduli . Anda membaca buku ini untuk informasi atau ide-ide yang dibawanya , bukan untuk berkomunikasi dengan saya sebagai kehadiran fisik individu. Menulis membuat bahasa ini tidak lagi tergantung pada saya dan situasi saya dengan cara apapun . Anda dapat membaca buku ini dalam urutan apapun , kapan dan bagaimana Anda ingin : dan saya bahkan tidak akan tahu . Aku bahkan mungkin akan mati .” Gay Cook.
Sedangkan Barthes melihat peran orang-orang yang berlatih aktivitas linguistik sebagai pusat dalam pembentukan makna. Penulis bukan seorang penulis sebelumnya untuk tindakan menulis, tetapi mengambil bentuk sebagai salah satu saat menulis. Barthes memang menyatakan kematian penulis, sekaligus menandakan kelahiran pembaca. Penulis ibarat chef di restoran mahal, mereka harus mengukur sejauh mana pembaca telah membaca. Itu disebut chef, hanya ketika masak. Jadi penulis dikatakan sebagai seorang penulis saat dia sedang menulis sedangkan ketika tidak aktif menulis maka tidak akan disebut penulis.
Sedikit menanggapi lembaran appetizer yang berjudul belajar membaca karya hany setiawan, seorang perevisi buku pak Chaedar, disitu beliau berpendapat bahwa masyarakat indonesia sebenarnya sudah cukup kritis karena sudah update dalam internet secara langsung. Menurutnya menulis kritis bukan hanya terjadi saat kita menulis secara formal, dengan adanya media jejaring sosial sedikit demi sedikit masyarakat sudah bisa menulis kritis. Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan pak Chaedar yang memberitahukan bahwa masayrakat Indonesia lebih statis dan tidak kritis yang beliau bahas dalam bukunya yang berjudul pokoknya rekayasa literasi. Menurut beliau menulis itu berbentuk artikel tapi menurut hawe menulis itu bisa dimana saja, seperti di jejaring sosial, update status yang penting lama-lama akan bisa mangasah ketrampilan menulis kita.
Makin tingggi literasi suatu bangsa, maka akan semakin kaya ilmu pengetahuan yang bagsa itu dapata. Lompatan-lompatan teknologi yang dapat di capai oleh Negara maju itu sangat berbanding lurus dengan tingkat kemajuan literasi yang dimiliki Negara tersebut, contohnya Korea, Jepang, China dengan industry teknologinya yang berkembang pesat. Walaupun untuk mencapainya tidak dengan waktu sekejap. Bila kita ingin sukses 20 tahun lagi maka kita harus bekerja keras 20 tahun dari sekarang. Bila bangsa kita ini ingin menjadi bangsa maju maka kita harus persipkan dari sekarang. Banyak menulis dan membaca adalah salah satu faktor utamanya oleh karena itu mulailah dari sekarang untuk menjadi pembaca kritis dan mulailah menulis dengan tujuan yang jelas or write with the purpose..

0 comments:

Post a Comment