Sunday, February 16, 2014

2nd Class Review
Titik Temu Roh Pendidikan Literasi
Menulis itu meditasi, itulah apa yang diungkapakan dosen writing4 di pertemuan kedua. Mungkin bisa dikatakan seperti itu, karena memang tidak bisa dipungkiri adanya jika ketika kata menulis, kita sangat tidak mengharapkan kehadiran orang lain siapapun itu, yang sekiranya dapat mengganggu konsentrasi. Telah diungkapkan oleh Mr. Lala pula yaitu prinsip dasar dari penulis dan pembaca, yang mana kita tidak sepenuhnya menuangkan atau merealisasikan prinsip tersebut jika tidak mempunyai konsentrasi dalam menulis.
Adapun prinsip dasar tersebut itu ialah sebagai berikut:
WRITING
Ways of Knowing Something
Ways of Representing Something
Ways of Reproducing Something
Information

Knowledge

Experience
Dikatakan sebagai “ways of knowing something” karena dengan menulis kita dapat mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak kita ketahui secara mendalam tentang hal tersebut. Something sebagaimana tertulis di atas yaitu berupa informasi.

Informasi yang kita ketahui, bisa didapatkan dari hasil membaca ketika sedang berada pada posisi ‘reader’ untuk selanjutnya kita tuliskan ke dalam sebuah bukudan menjadi sebuah pengetahuan baru. Dari tulisan itulah ilmu baru dihasilkan, atas hasil dari informasi yang dikembangkan ketika menulis. Setelah itu, barulah ‘something’ tersebut menjadi sebuah ‘experience’ atau pengalaman kita sendiri sebagai penulis.
Dengan konsep perubahan informasi menjadi sebuah pengalaman, penulis bisa disebut sebagai seseorang yang hebat, dan juga ketika tulisan tersebut dibaca orang lain maka dari situlah awal kesuksesan seorang penulis, karena setelah itu ia akan bisa merubah mindset seorang pembaca dan dapat dikatakan juga sebagai perubah dunia berdasarkan ungkapan “writer is someone who can change the world”.
Untuk memenuhi syarat sebagai penulis yang sukses, kita juga harus bisa mengerti tentang bagaimana cara memilih suatu informasi yang pantas dan layak diangkat menjadi tema sebuah tulisan, serta mengingat kondisi dan objek yang akan dituju.
Bericara tentang menulis, sebenarnya erat kaitannya dengan menghitung atau sering diungkapkan dengan akronim calistung (membaca, menulis, menghitung). Ketiga aspek tersebut merupakan literasi, yang dari mulai pendidikan sekolah dasar hingga sekarang selalu menjadi topik pembelajaran dasar dan utama. Dengan literasi maka hidup kita akan aman, setidaknya kita tidak disebut bodoh apabila sudah pandai bercalistung. Karena kehidupan kita di dunia tidak akan lepas dari ketiga hal tersebut.
Kembali kepada tiga prinsip dasar penulis, prinsip yang kedua yaitu “ways of representing” maksudnya menulis itu sebagai ajang untuk menunjukkan inilah kita, dengan literasi yang ada, ketika kita menulis, maka saat itu kita adalah penulis, seperti halnya seorang chef ia akan disebut chef hanya ketika ia memasak.
Prinsip dasar yang ketiga adalah “ways of reproducing something”. Dengan menulis, itu berarti kita sedang memproduksi suatu ilmu, seperti yang telah disebutkan di awal, bahwa sebuah informasi yang kita tulis adalah pengetahuan dan kemudian dituangkan ke dalam tulisan dan selanjutnya menjadi sebuah pengalaman.
Pendidikan bahasa harus mempunyai roh pendidikan literasi, apakah itu Pendidikan Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Jerman ataupun bahasa-bahasa yang lainnya, yang mana roh-roh pendidikan literasi itu ada pada membaca dan menulis. Roh literasi itu akan menjelama ke dalam sebuah perasaan atau suasana hati, tulisan yang baik akan dihasilkan ketika hati memihak. Sejenak semua pikiran terkumpul di dalam hati, tenaga  terkerahkan dengan kekuatan yang berpusat di tangan, gerak tangan terarah oleh kata hati yang kemudian disebut sebagai Roh Pendidikan Literasi.
‘who are you in my class?’ pertanyaan tersebut telah mengukir tanya dalam benak, tentang jawaban dan kesadaran akan siapakah diri kita saat ini, jawaban yang dihadirkan sendiri oleh dosen writing4 seolah menjadi asa yang harus diwujudkan oleh para mahasiswanya, juga sebagai kuda pacu akan langkah writing4 ini.
Ungkapan Hyland yang mengatakan bahwa menulis adalah praktek berdasarkan ekspektasi, dia (penulis) membuat sebuah tujuan yang menyangkut di dalamnya seolah bentuk antisipasi dari ekspektasi yang dihadirkan pembaca dari teks yang pernah ia baca sebelumnya. Relasi tersebut tidak akan terlepas dari pembaca dan penulis yang selanjutnya mereka akan bergerak sebagai ‘couple’ yang sejalan, diibaratkan oleh Hoey (2001) dengan penari, penari akan menari dengan mengikuti irama dan bergerak seragam, menyesuaikan satu sama lain, menyelaraskan gerak tari dan keserasian itulah yang akan memukau para penonton. Seperti layaknya penari tersebut, buku Best Seller akan menjadi contoh. Buku bisa menjadi Best Seller dikarenakan adanya hubungan yang selaras antara penulis dan pembaca, penulis bisa menuangkan arti yang juga dipahami dan sesuai ekspektasi pembaca, maka pembaca akan merasa puas dengan teks (tulisan) yang ada. Dengan relasi yang baik seperti itulah yang menjadikan mutu (kualitas) sebuah buku itu tinggi dan banyak diminati oleh pembaca.
Apabila digambarkan maka akan tertulis persamaan antara penari yang bagus dan buku yang berkualitas


Best Seller
a.       Penulis (writer)
b.      Arti (meaning)
c.       Tulisan (texts)
d.      Keadaan/harapan (contexts)
e.       Pembaca (reader)
Good Dancer 
a.       Penari
b.      Seragam
c.       Irama
d.      Keserasian
e.       Penonton


Theory:
Penulis menuangkan arti ke dalam sebuah tulisan, sesuai dengan ekspektasi pembaca yang mana temanya sesuai dengan apa yang diharapkan pembaca, maka pembaca akan merasa puas. Penari akan menari mengikuti irama, bergerak seragam, menyesuaikan keselarasan tarian dengan pasangannnya yang akan menghipnotis semua mata yang menyaksikannya.
Relasi antara lima unsur yang merupakan rukun dari sebuah teks akan dipaparkan sebagai berikut, kelima rukun tersebut adalah teks, konteks, penulis, pembaca dan makna. Pernyataan Lehtonen dapat saya simpulkan bahwa konteks itu akan selalu mengikuti teks, karena konteks adalah bagian dari teks itu sendiri. Namun sebelum penulis itu menulis maka konteks itu belum ada, konteks hadir seiring hadirnya teks yang ditulis oleh si penulis, baru ketika penulis menuangkan tulisannya konteks itu hadir. Keadaan konteks yang hadir sebagai bagian dari teks akan bisa dirasakan oleh pembaca ketika ia membaca teks. Sementara mengenai makna, makna akan lahir dari sebuah teks, karena teks adalah bahan baku dari makna, dan dari makna tersebut maka akan terproduksi atau teraktivasi sebuah daya pemikiran kontekstual pembaca.

Berpindah kepada artikel seorang Hawe Setiawan. Dalam artikelnya beliau seolah menolak pernyataan Prof. Chaedar tentang keliterasian Bangsa Indonesia yang kurang, dalam pandangan Hawe Setiawan, bahwasanya literasi tidak hanya dapat diukur dari seberapa banyak buku yang ditulis masyarakat Indonesia setiap tahunnya, atau seberapa jauh mereka berliterasi dalam tulisannya, namun menurut Hawe, keliterasian itu dapat diwujudkan dengan berbicara, menyimak, dan menonton. Juga termasuk ke dalamnya yaitu mengisi dan mengomentari status dalam jejaring sosial, menyimak buku audio dan lain sebagainya. Hawe Setiawan lebih melirik kepada perkembangan zaman yang semakin canggih, ia mengambil kesimpulan bahwa kegiatan seseorang di jejaring sosial itu adalah salah satu bentuk dari wujud literasi, dengan pernyataan tersebut saya pribadi khususnya sangat merasa bangga karena kegiatan saya di jejaring sosial internet yang sering saya lakukan selama ini tidaklah percuma. Itu juga termasuk salah satu budaya literasi.

Namun dengan kecanggihan itu, lantas kita tidak boleh melupakan buku, tetapi kita harus lebih mempunyai wawasan yang luas, menjadi pembaca yang kritis, dan menjadi seseorang yang literat. Sebagaimana dikatakan Hawe Setiawan bahwa ia mengingat sebuah tulisan pengantar dari Edward Said atas republikasi karya utamanya yang menuliskan perihal seseorang yang kritis. Dengan ini, menunjukkan bahwa tetap saja kita tidak harus meninggalkan buku-buku yang telah ada, kita harus lebih banyak mengetahui dari hanya sekedar tahu. Peribahasa dalam Bahasa Sunda mengatakan kudu asak-asak ngejo bisi tutung tambaga na, sing asak-asak nenjo bisi kaduhung jaga na. 

0 comments:

Post a Comment