MIX COLLABURATION
Menanggapi
beberapa article dari bapak chaedar tentang pembahasan mengenai pikiran rakyat
dalam bukunya yang berjudul Pokoknya rekayasa literasi ternyata permasalahannya
adalah tentang menulis. Sasaran yang di tuju bukan hanya mahasiswa tetapi orang
yang bergelar tinggipun terlibat di dalamnya seperti yang terdapat pada kalimat
“ bahkan para dosennya pun mayoritas tidak bias menulis.
Dari
pernyataan tersebut secara tidak langsung Bapak Chaedar mengusik orang-orang
yang bergelar tinggi dan berintelektual namun tidak bias menulis. Ini meupakan
permasalahan yang harus di tanggapi dengan serius dengan tindakan yang
berfungsi untuk memajukan citra
Indonesia dengan Negara lain. Tindakan tersebut dapat berupa memproduksi buku
sebanyak-banyaknya seperti Indonesia yang masih tertinggal jauh dengan Negara-negara lain seperti Malaysia.
Malaysia
mampu memproduksi lebih banyak buku dibandingkan dengan Negara kita sendiri. Apalagi
dengan Negara-negara lain yang notabenya jauh kwalitasnya dibandingkan dengan Indonesia. Lalu apakah bias Indonesia
memproduksi buku per tahun lebih banyak dari Negara Malaysia?
Hal
yang paling penting adalah keinginan dan rasa peduli yang harus kita bangun dan
dikembangkan agar bangsa Indonesia setidaknya tidak tertinggal jauh dengan
Negara lain. Bila perlu Negara kita melakukan sebuah sosialisasi penyuluhan
tentang menulis. Jadi kita saring yang mempunyai potensi tinggi tentang menulis
dan dibekalai serta diberikan arahan tata cara menulis sehingga dapat
memproduksi karya sendiri dengan bekal kemauan dan kemampuan dirinya sendiri
tanpa adanya dorongan dan paksaan.
Selain dari tindakan tersebut harus
mempunyai komitmen tinggi bagi universitas baik Negeri maupun Swasta agar
terbiasa menulis dan menulis. Seperti : Membuat Laporan Observasi, Merespon dan
Mengkritik sebuah buku, Ringkasan BAB, Book Review, dan lain sebagainya. Menurut saya pribadi
tindakan tindakan semua itu tanpa disadari kita sedang belajar menulis sehingga
dalam hal ini peran dosen sangat berperan untuk dapat merevisi hasil dari apa
yang telah dikerjakan oleh mahasiswa.
Menulis
memang bukan hal yang mudah khususnya bagi saya pribadi sebagai mahasiswa
beragumen bahwa menulis merupakan hal yang terobsesi oleh sumber objektivitas
dengan data-data yang akurat sehingga dapat disajikan dengan bahasa yang
subjektivitas.
Kita ketahui bahwa untuk mendapatkan
gelar S1, S2, dan S3 harus menulis Skripsi, Tesis, ataupun disertasi. Hal
tersebut memang sangat bagus untuk sebuah belajar menulis, menelitian, dan
dapat membangun teori ataupun rumus baru yang dilatarbelakangi dengan sebuah
hasil pengalaman, praktek dan pengamatan di berbagai tempat. Tapi seharusnya
dengan tindakan demikian tidak berhenti sampai disini, seharusnya karya-karya
tersebut dapat dikembangkan sehingga menghasilkan sebuah buku ataupun
bacaan-bacaan yang lainnya.
Sehinggga
dengan seperti itu tanpa disadari Indonesia mampu memproduksi lebih banyak
bukuu. Tapi kenyataannya apa? Hampir mayoritas perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta ketika seseorang ingin mendapatkan sebuah gelar dan membuat
sebuah skripsi, tesis ataupun disertasi setelah itu sudah hanya STOP sampai disitu saja melaikan tidak
dikembangkan ataupun menerbitkan buku-buku baru.
Kesadaran
diindonesia sangatlah minim, beberapa bukti saya menemukan ada seorang dosen
menerbitkan buku untuk mahasiswanya tetapi setelah ditelaah dan di pelajari
buku tersebut jika kita searching di gooegle muncullah sama persis seperti buku
yang dibuat oleh dosen tersebut. Sungguh Ironis semua mahasiswa khususnya kelas
saya sendiri mengguncing dosen tersebut, yang jadi permasalahannya apakah layak
buku semacam itu diterbitkan? Bukankah sebelum buku diterbitkan harus di saring
terlebih dahulu oleh orang yg ahli sehingga mendapatkan izin terbit . Apakah
buku buku tersebut layak diterbitkan atau dikembaliakn kembali dan direvisi
ulang oleh pemiliknya.
Selain dalam bentuk skripsi, tesis
ataupun disertasi ada juga yang disebut artikel jurnal yang dibahas pada
artikel yang berjudul (bukan) bangsa penulis. Tentunya membuatartikel jurnal
meskipun tak setebal skripsi, tesis maupun disertasi tetapi tantangannya lebih
berat untuk dianalis dan diseleksi dari setiap subnya oleh orang-orang yang
ahli sehingga tahap penyeleksian tidak satu ataupun dua kali melainkan beberapa
kali sehingga system penyeleksian semakin ketat semakin bergengsi kata bapak
chaedar dalam artikel halaman 187.
Baik menulis ataupun membuat jurnal
intinya sama dengan apa yang di objekan pada isi yang tergantung didalamnnya,
untuk itu kita sebagai generasi yang lebih muda dan mempunyai peluang lebih
banyak untuk kedepan yang dapat menciptakan karya-karya lainnya. Tetapi
permasalahan yang ditulis pada halaman 187 oleh bapak chaedar adalah “asal
terbit jurnal-jurnalan” dan itu sasarannya adalah mahasiswa di perguruan tinggi
swasta.
Oleh
sebab itu jurnal diseleksi dengan sangat ketat dan objektivitas, mengapa asal
terbit jurnal-jurnalan”. Sedangkan menurut saya sendiri mahasiswa sudah dilatih
membuat skripsi, tesis ataupun sejenisnyabahkan bukan hanya itu latihan-latihan
kecilpun seperti Laporan Observasi, critical book, suggestiaon, laporan kecil
lainnya dan sebagainya. Sebelum terbit artikel jurnal juga seperti yang telah
dikatakan bahwajurnal akan diseleksi sedemikian rupa sehingga beliau berkata “semakin
ketat semakin bergengsi” kata tersebutlah yang menjadi pendukung bahawa tidak
akan ada asal terbit jurnal-jurnalan.
Jadi kesimpulannya dari berbagai
judul artikel yang saya baca dari bapak Cheadar adalah mengenai Wrting, posisi
penulis itu seperti apa? Posisipembaca juga seperti apa? Masalah-masalah yang
terdapat pada mahasiswa dalam membaca dan menulis? Jadi hal tersebut secara
tidak langsung mengingatkan saya pada semester 2 belajar wrting yang di pandu
oleh pak lala, dengan system pengajaran dan peraturan tugas sedemikian rupa
dari mulai membuat essay, membuat laporan kecil, poin of view dan sebagainya.
Itu semua adalah melatih kita agar dapat menulis, begitupun dengan artikel yang
dipaparkan oleh pabak chaedar pada halaman 187 paragrap ke-6.
0 comments:
Post a Comment