Monday, February 10, 2014

10:03 PM

Appetizer Essay
(Bukan) Bangsa Penulis
            Menulis bukanlah suatu hal yang mudah bagi kalangan pelajar, karena menulis itu mencakup struktur bahasa, sistematika penulisan dan ide-ide. Menulis itu terdapat level dan porsinya masing-masing, karena setiap jenjang pendidikan mempunyai tahapan-tahapan yang berbeda. Seperti contohnya disekolah dasar. Belajar menulis narasi, sedangkan di perguruan tinggi belajar menulis karya ilmiah untuk di presentasikan.
            Pengertian menulis adalah suatu rangkaian ide dan kata yang dituangkan kedalam sebuah lembaran kertas. Sejarah tulisan sudah ada sejak zaman dahulu kala seperti tertera pada buku sansekerta yang menggunakan aksara jawa. Sedangkan pada orde lama dan orde baru, menulis yaitu sesuatu yang sangat jarang, karena pada pemerintahan soeharto untuk menulis saja diperlukan tekad  yang kuat. Karena jika sedikit saja di dalam tulisan kita terdapat kata-kata yang mengkritik pemerintah, walaupun itu benar maka akan di anggap salah, dikarenakan penulis pada orde lama itu dibatasi oleh pemerintah dan apabila mengelak maka akan berakibat fatal pada keselamatan jiwa sang penulis. Sedangkan pada zaman reformasi hingga sekarang, menulis adalah hal yang biasa atau bahkan banyak dikalangan bangsa indonesia. Sebab, kebebasan menulis atau mengungkapkan pendapat sudah termaktub dalam UUD 1945 nya. Serta kemajuan teknologi yang sangat pesat, mempermudah para penulis mencari referensi sebanyak mungkin. Namun hal yang sangat disayangkan bagi kalangan mahasiswa dengan adanya kemajuan teknologi masih belum dapat menggunakannya dengan baik, ternasuk dalkam menulis sebuah jurnal, bahkan mereka lebih suka menjiplak milik orang lain daripada berfikir dan mengembangkan sendiri.
            Dirjen menyatakan pada sekarang ini jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi indonesia secara total masih rendah jika dibandingkan dengan malaysia, yakni hampir sepersepuluh. Dan jika terbitan rata-rata buku di indonesia sekarang 8 ribu judul pertahun, maka untuk mengimbangi malaysia, mestinya kita mampu menerbitkan buku 10 kali lipat, yakni 80 ribu buku pertahun. Kutipan tersebut membuktikan bahwa bangsa indonesia dalam menulis lebih rendah dibandingkan denganmalaysia, dikarenakan bangsa indonesia masih kurang akan menerbitkan buku-buku.
            Selanjutnya pada Genre tulisan akademik (accademic writing) terdiri atas skripsi, tesis dan disertasi. Perbedaan antara skripsi dengan disertasi, dengan menulis skripsi mahasiswa belajar menulis akademik, sedangkan dengan tesis mahasiswa belajar meneliti, dan dengan disertasi mahasiswa membangun teori atau rumus baru. Semuanya melaporkan hasil telaahan, pengamatan, atau eksperimen.
            Dalam proses membuat skripsi diperlukan banyak referensi yang sangat mendukung, contohnya sebut saja panjang skripsi ilmu sosial sebanyak 100 halaman, tesis 200 halaman, dan disertasi 400 halaman, sedangkan artikel jurnal hanya 15-20 halaman. Maka dari itu tidaklah mudah bagi penulis untuk mengubah tesis dan disertasi menjadi artikel jurnal, sehingga untuk menjadi artikel jurnal yang baik, naskah saja harus diseleksi dengan ketat.  Semakin ketat semakin bergengsi pula. Dengan demikian, sebuah artikel jurnal terdiri dari ketiga aspek tersebut. Namun tidaklah mudah untuk menyederhanakan tulisan dari ratusan halaman menjadi belasan halaman. Diperlukan kemampuan yang ekstra untuk menyusunnya secara sisitematis. Oleh sebab itu, banyak diantara kalangan mahasiswa gagal dalam membuat artikel jurnal sebagai bahan disertasinya. Adapun jika sudah mendapat gelar dokter maka harus lebih meningkatkan kinerjanya dan mengamalkan ilmunya dengan semaksimal mungkin. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka gelar tersebut yang sudah didapat akan lengser atau di copot.
            Sebagai data yang mendukung diperkirakan setiap tahun ada 800 mahasiswa yang Wisuda jadi sarjana di 3.150 kampus dibawah bendera asosiasi perguruan tinggi swasta (Apatisi). Sementara rata-rata satu jurnal memuat 7-10 artikel. Pertanyaannya, berapa banyak jurnal yang diperlukan dan siapakah yang akanmengolahnya, dan siapa target pembacanya?.
            Sistem perkuliahan di Indonesia dan Amerika memang sangat berbeda. Jika di Indonesia mewajibkan mahasiswa menulis skripsi, tesis dan disertasi. Karena itulah ajang yang jituuntuk mengasah keterampilan menulis untuk diterapkan pada bidang atau profesinya masing-masing. Sedangkan kalau di AS memaksa mahasiswabanyak menulis essay, seperti laporan observasi, ringkasan bab, review buku dan sebagainya. Tugas-tugas itu selalu dikembalikan dengan komentar kritis dari dosen, sehingga nalar dan argumen mahasiswa benar-benar terasah dan terbiasa. Hal tersebut lebih efektif jika dibandingkan harus menulis tesis, skripsi, apalagi artikel jurnal contohnya mewajibkan menulis artikel jurnal untuk kelulusan S-1 dan S-2 rasanya tidak tepat, karena akan menyebabkan penumpukkan mahasiswa diakhir program yang pasti menuntu banyak biaya. Pada kenyataannya adalah mewajibkan para dosen setiap tahun menulis artikel jurnal dan menerbitkan buku setiap tahunnya. Karena perbandingan itulah angka kelulusan sarjana di Indonesi lebih dibandingkan dengan di AS. Kini di Indonesia mungkin ada sekitar 60 ribu orang mahasiswa pada prodi sastra budaya., yakni sekitar 2,22 % dari total mahasiswa. Akan lebih baik mereka untuk kelulusannya diwajibkan menulis cerita pendek atau bahkan novel dari pada menulis artikel jurnal. Maka dari itu mahasiswa harus dipaksa jatiuh cinta pada karya sastra.
            Pada penelitian Krahsen (1984) menunjukkan bahwa para penulis produktif adalah mereka yang sewaktu di SMAnya antara lain banyak membaca karya sastra, berlangganan koran atau majalah dan dirumahnya ada perpustakaan. Jadi untuk memproduksi mahasiswa dan dosen yang produktif menulis, perlu pembenahan belajar baca-tulis yang benar di tingkat SMA. Dan juga jika dianalogikan dengan jenjang pendidikan dari mulai SD sampai Perguruan Tinggi mempunyai level dan porsinya masing-masing. Maka tidaklah logis apabila pada tingkatan SD sudah diajarkan cara menulis sebuah jurnal karena kemampuan otak mereka belumlah siap menerima informasi yang diluar batas kemampuan mereka. Hal itu juga dihubungkan dengan siapa target pembacanya.
            Dari sekian banyak penjelasan dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi mahasiswa yang produkltif  haruslah bisa menulis. Karena dengan menulis kita akan mendapatkan semua hal dalam bidang akademik maupun non-akademik. Dan menulis merupakan suatu cara untuk mengikat bagaimana kita ingin dikembangkannya dan dituangkan kedalam buku yang tertulis, serta tidak sembarangan untuk menerapkan kata per katanya.

                                         Study


     Listening                  Speaking               Writing    



0 comments:

Post a Comment