Appetizer Essay
(Bukan)
Bangsa Penulis
Menulis bukanlah suatu hal yang
mudah bagi kalangan pelajar, karena menulis itu mencakup struktur bahasa,
sistematika penulisan dan ide-ide. Menulis itu terdapat level dan porsinya
masing-masing, karena setiap jenjang pendidikan mempunyai tahapan-tahapan yang
berbeda. Seperti contohnya disekolah dasar. Belajar menulis narasi, sedangkan
di perguruan tinggi belajar menulis karya ilmiah untuk di presentasikan.
Pengertian menulis adalah suatu
rangkaian ide dan kata yang dituangkan kedalam sebuah lembaran kertas. Sejarah
tulisan sudah ada sejak zaman dahulu kala seperti tertera pada buku sansekerta
yang menggunakan aksara jawa. Sedangkan pada orde lama dan orde baru, menulis
yaitu sesuatu yang sangat jarang, karena pada pemerintahan soeharto untuk
menulis saja diperlukan tekad yang kuat.
Karena jika sedikit saja di dalam tulisan kita terdapat kata-kata yang
mengkritik pemerintah, walaupun itu benar maka akan di anggap salah, dikarenakan
penulis pada orde lama itu dibatasi oleh pemerintah dan apabila mengelak maka
akan berakibat fatal pada keselamatan jiwa sang penulis. Sedangkan pada zaman
reformasi hingga sekarang, menulis adalah hal yang biasa atau bahkan banyak
dikalangan bangsa indonesia. Sebab, kebebasan menulis atau mengungkapkan
pendapat sudah termaktub dalam UUD 1945 nya. Serta kemajuan teknologi yang
sangat pesat, mempermudah para penulis mencari referensi sebanyak mungkin.
Namun hal yang sangat disayangkan bagi kalangan mahasiswa dengan adanya
kemajuan teknologi masih belum dapat menggunakannya dengan baik, ternasuk
dalkam menulis sebuah jurnal, bahkan mereka lebih suka menjiplak milik orang
lain daripada berfikir dan mengembangkan sendiri.
Dirjen menyatakan pada sekarang ini
jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi indonesia secara total masih rendah
jika dibandingkan dengan malaysia, yakni hampir sepersepuluh. Dan jika terbitan
rata-rata buku di indonesia sekarang 8 ribu judul pertahun, maka untuk
mengimbangi malaysia, mestinya kita mampu menerbitkan buku 10 kali lipat, yakni
80 ribu buku pertahun. Kutipan tersebut membuktikan bahwa bangsa indonesia
dalam menulis lebih rendah dibandingkan denganmalaysia, dikarenakan bangsa
indonesia masih kurang akan menerbitkan buku-buku.
Selanjutnya pada Genre tulisan akademik
(accademic writing) terdiri atas skripsi, tesis dan disertasi. Perbedaan antara
skripsi dengan disertasi, dengan menulis skripsi mahasiswa belajar menulis
akademik, sedangkan dengan tesis mahasiswa belajar meneliti, dan dengan
disertasi mahasiswa membangun teori atau rumus baru. Semuanya melaporkan hasil
telaahan, pengamatan, atau eksperimen.
Dalam proses membuat skripsi
diperlukan banyak referensi yang sangat mendukung, contohnya sebut saja panjang
skripsi ilmu sosial sebanyak 100 halaman, tesis 200 halaman, dan disertasi 400
halaman, sedangkan artikel jurnal hanya 15-20 halaman. Maka dari itu tidaklah
mudah bagi penulis untuk mengubah tesis dan disertasi menjadi artikel jurnal,
sehingga untuk menjadi artikel jurnal yang baik, naskah saja harus diseleksi
dengan ketat. Semakin ketat semakin
bergengsi pula. Dengan demikian, sebuah artikel jurnal terdiri dari ketiga
aspek tersebut. Namun tidaklah mudah untuk menyederhanakan tulisan dari ratusan
halaman menjadi belasan halaman. Diperlukan kemampuan yang ekstra untuk
menyusunnya secara sisitematis. Oleh sebab itu, banyak diantara kalangan
mahasiswa gagal dalam membuat artikel jurnal sebagai bahan disertasinya. Adapun
jika sudah mendapat gelar dokter maka harus lebih meningkatkan kinerjanya dan
mengamalkan ilmunya dengan semaksimal mungkin. Apabila hal tersebut tidak
dilakukan, maka gelar tersebut yang sudah didapat akan lengser atau di copot.
Sebagai data yang mendukung
diperkirakan setiap tahun ada 800 mahasiswa yang Wisuda jadi sarjana di 3.150
kampus dibawah bendera asosiasi perguruan tinggi swasta (Apatisi). Sementara
rata-rata satu jurnal memuat 7-10 artikel. Pertanyaannya, berapa banyak jurnal
yang diperlukan dan siapakah yang akanmengolahnya, dan siapa target
pembacanya?.
Sistem perkuliahan di Indonesia dan
Amerika memang sangat berbeda. Jika di Indonesia mewajibkan mahasiswa menulis
skripsi, tesis dan disertasi. Karena itulah ajang yang jituuntuk mengasah
keterampilan menulis untuk diterapkan pada bidang atau profesinya
masing-masing. Sedangkan kalau di AS memaksa mahasiswabanyak menulis essay,
seperti laporan observasi, ringkasan bab, review buku dan sebagainya.
Tugas-tugas itu selalu dikembalikan dengan komentar kritis dari dosen, sehingga
nalar dan argumen mahasiswa benar-benar terasah dan terbiasa. Hal tersebut
lebih efektif jika dibandingkan harus menulis tesis, skripsi, apalagi artikel
jurnal contohnya mewajibkan menulis artikel jurnal untuk kelulusan S-1 dan S-2
rasanya tidak tepat, karena akan menyebabkan penumpukkan mahasiswa diakhir
program yang pasti menuntu banyak biaya. Pada kenyataannya adalah mewajibkan
para dosen setiap tahun menulis artikel jurnal dan menerbitkan buku setiap
tahunnya. Karena perbandingan itulah angka kelulusan sarjana di Indonesi lebih
dibandingkan dengan di AS. Kini di Indonesia mungkin ada sekitar 60 ribu orang
mahasiswa pada prodi sastra budaya., yakni sekitar 2,22 % dari total mahasiswa.
Akan lebih baik mereka untuk kelulusannya diwajibkan menulis cerita pendek atau
bahkan novel dari pada menulis artikel jurnal. Maka dari itu mahasiswa harus
dipaksa jatiuh cinta pada karya sastra.
Pada penelitian Krahsen (1984)
menunjukkan bahwa para penulis produktif adalah mereka yang sewaktu di SMAnya
antara lain banyak membaca karya sastra, berlangganan koran atau majalah dan dirumahnya
ada perpustakaan. Jadi untuk memproduksi mahasiswa dan dosen yang produktif
menulis, perlu pembenahan belajar baca-tulis yang benar di tingkat SMA. Dan
juga jika dianalogikan dengan jenjang pendidikan dari mulai SD sampai Perguruan
Tinggi mempunyai level dan porsinya masing-masing. Maka tidaklah logis apabila
pada tingkatan SD sudah diajarkan cara menulis sebuah jurnal karena kemampuan
otak mereka belumlah siap menerima informasi yang diluar batas kemampuan
mereka. Hal itu juga dihubungkan dengan siapa target pembacanya.
Dari sekian banyak penjelasan dapat
disimpulkan bahwa untuk menjadi mahasiswa yang produkltif haruslah bisa menulis. Karena dengan menulis
kita akan mendapatkan semua hal dalam bidang akademik maupun non-akademik. Dan
menulis merupakan suatu cara untuk mengikat bagaimana kita ingin
dikembangkannya dan dituangkan kedalam buku yang tertulis, serta tidak
sembarangan untuk menerapkan kata per katanya.
Study
Listening Speaking Writing
0 comments:
Post a Comment