Monday, February 17, 2014

Judul :  Literasi di Rebulik bukan Literasi

Rekayasa Literasi adalah salah satu buku karangan dari Prof. Chaedar yang menguak bagaimana literasi itu seharusnya dijalankan. Selama ini beliau dikenal sebagai dosen yang selalu membuat panas para telinga dosen dikampusnya, dan juga bahkan diluar kampusnya, hal ini karena fakta-fakta yang selama ini hanya sebuah isu menjadi sesuatu kebenaran yang diungkap oleh beliau dan mutlak wajib harus diketahui khalayak banyak. Ini semua karena sifat “pemberani” yang dimiliki Prof. Chedar untuk pantang menyerah dalam memprovokasi ( untuk lebih baik) masyarakat Indonesia khususnya dikalangan akademik untuk menjadi bangsa yang berliterasi.
Sebelumnnya dengan jujur saya harus membuat pengakuan tentang kata baru yang baru saya dengar dikalangan akademik yaitu kata “literasi”. Karena sebelumnya kita hanya mengenal calistung (membaca, menulis, dan menghitung). Ternyata semakin berkembangnya zaman, calistung (membaca, menulis, dan menghitung) berganti menjadi literasi. Ternyata dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) edisi ke-4 tidak terdapat kata literasi, yang ada hanyalah kata literator dan literer (hal 836). Berarti sepenuhnya bukan saya yang kurang pengetahuan, tetapi juga hal itu terjadi pada KBBI yang masih belum menambahkan kata literasi.
Kalau dahulu masyarakat kita akan kenyang dengan mekan nasi jagung atau nasi tepung, tetapi sekarang rasa lapar akan terus dirasakan sebelum makan nasi. Begitu juga dengan pendidikan di zaman dahulu, anak-anak sekolah dianggap sudah cukup mempunyai skill baca-tulis, tetapi di zaman sekarang hal itu tidak cukup kita miliki banyak faktor yang harus mendukung baca-tulis tersebut.
Zaman sekarang, literasi mapu menggeser budaya yang sudah ada sejak lama (calistung) dengan budaya yang baru. Literasi yang dianggap sekedar persoalan psikologis, yang berkaitan dengan kemampuan mental dan keterampilan baca-tulis, padahal litersai adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Hakikat berliterasi secara kritis dalam masyarakat demokratis adalah memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks.
beberapa diantara 7 dimensi yang saling terkait yang merupakan kajian literasi diantaranya:
Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dsb). Pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilka literasi yang berkualitas tinggi pula. Pasti!... hal ini terjadi pada negara-negara yang maju, contohnya di Amerika, kebanyakan warganya mendapatkan pendidikan yang baik dari sekolah-sekolah yang baik juga, tidak heran kalau mereka menjadi bangsa yang maju. Banyak orang yang ingin menempuh pendidikan di Amerika karena mutu pendidikan di sana sangat bagus. Mungkin Indonesia harus sedikit bersabar dengan kualitas pendidikan yang sekarang terjadi, bukan hanya tugas pemerintah tetapi ini adalah tugas kita bersama untuk membenahi sistem pendidikan kita untuk jauh lebih bermutu.
Dimensi keterampilan (membaca, menulis, berhitung, dan berbicara). Jika berbicara tentang dunia pendidikan memang tidak akan pernah habis. Di dunia barat seorang sarjana tidak cukup hanya berlabel literasi, tetapi juga harus bisa dan mampu memiliki numerasi (keterampilan menghitung). Dalam tradisi barat biasanya disebut 3R (reading, writing, dan arithmatic). Semua orang pasti akan bertanya “Apakah di Indonesia sudah menjalankan 3R ini?”. Jawabannya adalah IYA, mengapa saya bisa berpendapat seperti itu? Inilah alasan saya, di IAIN Syekh Nurjati Cirebon (satu-satunya Institusi negeri sewilayah 3 cirebon) dalam setiap jurusannya menambahkan satu mata kuliah yang sangat bergengsi yaitu Statistik. tidak ada terkecuali, pokoknya semua jurusan baik Bahasa Inggris, Biologi, Pendidikan Agama Islam (PAI), Ilmu Pendidikan Sosial (IPS), dan yang lainnya.
Banyak mahasiswa Bahasa Inggris (saya juga termasuk) bertanya mengap dijurusan kita ada mata kuliah Statistik? Padahal kita jurusan bahasa bukan matematika? Saya baru menyadari alasan ditambahnya mata kuliah Statistik khususnya di jurusan Bahasa Inggris setelah membaca buku “Rekayasa Literasi’ karya Prof. Chaedar. Tidak heran beberapa tahun kemudian pendidikan di Indonesia akan semakin maju.
Dimensi media (teks, cetak, visual, dan digital). Menjadi orang literat di zaman sekarang memang sangat susah, karena bukan hanya bisa menguasai skill membaca dan menulis teks, dengan adanya komputer yang sangat membantu semua orang, kita juga harus pandai dalam mengoperasikannya. Sehingga di abad ke 21 ini kehebatan sebuah universitas pun harus diukur tidak hanya melalui mulut-kemulut melainkan dalam komputer juga. Oleh sebab itu, tugas setiap minggu yang kita kerjakan wajib diapload ke dalam sebuah komputer (blog), hal ini diharapkan agar dunia mengetahui kalau di IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini banyak yang bisa membuat sebuat tulisan yang layak dijadikan sebuah referensi.
Beberapa gagasan kunci ihwal literasi yang menunjukkan perubahan literasi sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini.
          Ketertiban lembaga-lembaga sosial. Tidak ada litersi yang netral, semua praktik literasi dan teks tulis memiliki ideologi, yakni didikte oleh lingkungan sosial dan politiknya. Apapun yang akan kita lakukan harus sesuai dengan peraturan yang sudah ada dalam negara kita, dalam aspek apapun, dan tidak terkecuali dengan literasi.
Pengembangan potensi diri dan pengetahuan. Menulis akademik adalah bagian dari literasi yang harus dikuasai oleh para calon sarjana, itulah salah satu contoh dari literasi akademik. Inilah salah satu cerminan lika-liku bangsa yang berliterasi masih rendah.
Warga masyarakat demokratis. Pendidikan memang harus menghasilkan lulusannya menjadi manusia yang literat, karena bersekolah (mencari ilmu) itu mambutuhkan banyak materi yang harus dikeluarkan setiap bulan (SD, SMP, SMA/SMK) atau setiap semesternya (Perguruan Tinggi). Kalau lulusannya tidak berlabel literasi, hal ini akan banyak memubuang waktu, tenaga, dan materi kita. Selain itu juga dengan adanya sistem demokrasi yang ada di Indonesia, masyarak kita diperbolehkan untuk menyampaikan aspirasi mereka melalui apapun yang mereka inginkan, asalkan sesuai dengan peraturan yang sudah ada.
Standar dunia, dengan adanya arus pengetahuan yang tanpa batas ini mengakibatkan setiap manusia dari berbagai negara berlomba lomba dicap sebagai yang terbaik di dalam bidangnya. Oleh sebab itu setiap bidang pasti mempunyai standarnya sendiri-sendiri, contohnya untuk mengukur kemampuan literasi membaca kita ada PIRLS (Progress in International Reading Literacy).
Hubungna global, jika kita ingin bersaing dengan literasi tingkat dunia, kita harus memiliki literasi tingkat dunia juga agar kita tidak kalah dengan mereka. Mungkin karena kita belum mempunyai mental literasi tingkan dunia, kita selalu dibuat “culture shock” karena dunia literasi yang setiap hari semakin melaju maju dengan cepat.
Kewarganegaraan yang efektif. Kita harus berfikir apa yang harus kita lakukan untuk membuat negara ini maju, dan jangan pernah berfikir kalau apa yang harus kita dapat ketika kita menjadi warganegara Indonesia. Warga negara yang baik dapat mengetahui dengan baik antara kewajiban dan haknya. Dengan jumlah penduduk kita yang sangat banyak otomatis kita juga mempunyai ragam bahasa yang sangat banyak jumlahnya. Tidak mudah menggunakan bahasa Indonesia, apalagi didaerah yang jauh dari perkotaan. Tetapi demi demokrasi pendidikan, literasi harus berupaya menutupi defisit bahasa. Literasi mampu mengumpulkan kekuatan untuk mempersatukan dan memajukan bangsa.
Bahasa Inggris ragan dunia. Di abad ini, bahasa Inggris dijadikan bahasa persatuan dunia. Oleh karena itu semua orang belajar bahasa Inggris. Walaupun menggunakan kata yang sama dalam bahasa Inggris, tetapi bisa saja gaya bicara, nada bicara, logat, dll tidak sama karena setiap negara mempunyai gaya bicaranya tersendiri, hal ini merupakan bagian dari literasi global. Jangankan setiap negara, dalam satu negara saja bahasa Inggris bisa diucapkan dengan berbagai macam dialel contohnya dialek Inggris dari cirebon akan berbeda dengan dialek Inggris dari Bandung. Tetapi hal ini menjadikan bahasa Inggris di Indonesia semakin berwarna karena mempunyai banyak dialek.
Pendidikan berbahasa seyogyanya dilaksanakan dengan mengikuti beberapa prinsip sebagai berikut:
          Literasi adalah kecakapan hidup (life skill) yang memungkinkan manusia berfungsi aksimal sebagai anggota masyarakat. Dengan adanya pelajaran bahasa Indonesia dari tingkat SD sampaai SMA bahka ditingkat Perguruan Tinggi kita akan mempelajarinya. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan kemampuan kita untuk dapat berbahasa sesuai dengan tempatnya (konteksnya).
          Literasi adalah refleksi penggunaan dan apresiasi budaya. Pendidikan bahasa seyogyanya mengajarkan pengetahuan budaya, abai terhadap budaya menyebabkan dekontekstualisasi bahasa dari budayanya.
          Literasi adalah kegiatan melakukan interpretasi. Pendidikan bahasa sejak dini seyogyanya melatih mahasiswa melakukan intepretasi (mencari, menebak, dan membangun makna) atas berbagai jeni teks dalam wacana tekstual, visual, digital, dan yang lainnya. Pendidikan bahasa seyogyanya sejak dini menginterpretasikan bahasa, sebagai media, dengan puaparagam konten untuk membangun literasi diberbagai bidang ilmu. Walaupun demikian, pendidikan dari tahun ketahun semakin baik, yang sudah biarkanlah berlalu dengan bersama-sama mari kita membangun pendidikan di Indonesia jauh lebih baik lagi.
Jika kita berbicara tentang Lapor Merah Literasi Anak Negeri, sudah dipastikan kita masih tertinggal dengan negara yang lainnya. Data perbandingan tentang survei literasi diberbaagai negara memang sangat penting untuk kita ketahui agar kita semakin sadar dan berbuat yang lebih baik lagi. Tapi sebagai bangsa Indonesia khususnya saya pribadi kurang menyukai adanya data-data yang menguak kebobrokan negara kita, apalagi dalam bidang pendidikan. Hal itu akan semakin menunjukkan kepada dunia kalau kita maih terpuruk. Saya akan lebih suka membaca keunggulan atau prestasi dunia yang dapat diraih oleh indonesia, toh itu juga dapat memotivasi kita untuk berfikir lebih baik.
Di zaman Soeharto dulu, kebebasan pers pernah dibatasi untuk menjaga stabilitas bangsa, walaupun kita tidak dapat bisa menyuarakan aspirasi kita, tetapi itu jauh lebih baik dibandingkan dengan zaman sekarang yang sudah biberlakukan adanya kebebasan pers karena adanya hak setiap warganegara dalam demokrasi. Seluruh dunia tidak wajib mengetahui kebobrokan bangsa kita untuk itu kita harus menutupnya mulut dengan sangat rapat agar kesatuan negara kita tetap terjaga. Yang dunia wajib tahu hanya keunngulan/prestasi Indonesia di kanca dunia. Saya hanya bisa berpendapat “gunakanlah hak demokrasi kita dengan baik, jangan sampai merugikan diri sendiri apalagi merugikan negara kebanggaan kita Indonesia.”
Sudah sangat jelas bahwa orang literasi adalah orang yang terdidik dan berbudaya. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal.
Membangun literasi bangsa harus diawali dengan membangun guru yang profesional, dan guru yang profesional hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang profesional juga. Tetapi tidak jaminan ketika kita bersekolah ditempat yang bergengsi dan tentu biayanya sangat mahal, pengajarannya bermutu. Saya masih ingat dengan perkataan pa Lala “saya akan memilih klub kecil untuk dilatih daripada klub yang sudah besar”. Hal ini membuktikan kalau tidak selamanya klub yang besar itu mendapatkan pelatih yang hebat, bisa saja dari klub kecil dengan dilatih oleh pelatih yang hebat, tidak mustahil klub kecil tersebut akan mampu bertanding dengan klub yang besar.
Saya akan menyatakan dengan bangganya kalau tempat pendidikan saya yang sekarang adalah lembaga pendidikan guru yang profesional. Karena disini saya dididik oleh dosen yang begitu hebatnya sampai-sampai kita sangat kualahan menerima ilmu yang mereka berikan.
Menuntut ilmu itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena menuntut ilmu akan menghabiskan biaya, tenaga, waktu, dan yang lainnya untuk mendapatkan ilmu. Apalagi menambah label bukan hanya mahasiswa saja tetapi sebagai mahasiswa yang berliterasi, itu sangat tidak mudah. Tetapi percayalah akan selalu ada disamping kita dosen yang berliterasi untuk selalu membantu kita dalam mendapatkan label mahasiswa yang beliterasi.

 


0 comments:

Post a Comment