Judul : Terkuaknya Paradigma Yang Terselubung….
Ini
adalah pertemuan kedua dengan MK writing 4, dan tentunya akan sangat
menakjubkan karena akan menemukan makna yang akan terkuak kali ini. Sebelum
memulai mata kuliah kali ini, terlebih dahulu pa lala menyanyakan sesuatu
kepada kita “apakah yang akan kalian dapat dari saya di MK writing ini?”. Dan
ternyata yang akan kita dapatkan sebagai mahasiswa di mk writing 4 ini adalah:
-Scientific writing
-Scientific writing
Kita
sebagai mahasiswa yang diwajibkan untuk bisa menulis walaupun tulisan kita ber
“cap” academic writing, tapi nantinya tulisan kita akan menuju ke scientific
writing.
-Critical
thinking
Setiap
semester akan selalu adanya revolusi, termasuk dalam MK writing. Jika writing
di semester 2 kita diharuskan untuk berdaya imajinasi untuk mengembangkan
sebuah cerita, di MK writing ini kita tidak hanya menulis, tetapi juga berpola
fikir kritis (Critical thinking)
-Student
of language
Beruntungnya
kita, karena tidak hanya kemampuan membaca (reading), mendengarkan (listening),
menulis (writing), dll yang akan mengukuhkan kita sebagai student of language.
Kita dicetak tidak hanya sebagai mahasiswa bahasa, tetapi juga berlabel
mahasiswa penulis, pembaca, pendengar, dll.
-writing
Tentunya,
karena sekarang adalah MK writing, jadi kita akan lebih memperdalam lagi
tentang menulis (writing). Pertanyaan yang lazim dipertanyakan adalah “mengapa
kita harus menulis?”. Pa Lala pun menjawab karena menulis itu ways of
knowing something, ways of representing something, and ways of producting
something. Sebenarnya masih banyak lagi alasan mengapa kita harus menulis,
tetapi secara garis besar Pa Lala menjelaskan 3 poin tersebut.
Ketika
kita membahas tenyang literasi, tidak akan kehilangan ide untuk menguaknya.
Salah satunya mengapa korea dan jepang sekarang menjadi macan asia, dengan
jawaban literasi korea dan jepang dapat melakukan semua itu. Sedangkan negara
kita (Indonesia) masih harus bersusah payah untuk memahat kata literasi itu disetiap
kepala orang indonesia.
Akhirnya question of appetizer pun
dimulai, dengan membentuk 2 lingkaran (satu lingkarang beranggotakan semua
perempuan, dan satu lingkaran lagi beranggotakan semua laki-laki). Satu persatu
dari kita akan diperiksa pasport (class review dan appetizer) yang dimiliki
untuk dapat masuk di kelas kali ini, dan tentunya kita harus menjelaskan apa
yang menjadi tulisan kita dalam pasport (class review dan appetizer). Saya
menjelaskan tentang ketertarikan saya terhadap pengakuan yang dibuat oleh CW.
Watson yang membenarkan provokasi yang dibuat oleh Prof. Chaedar. Saya
menjelaskan kalau keterkejutan Watson ketika membaca provokasi yang dibuat
Prof. Chaedar yang ternyata dialami oleh dirinya sendiri, dan terbesit ingatan
yang nyatanya pengalaman tersebut sudah ditulis dalam provokasi Prof Chaedar. Karena
tidak hanya di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) dosen yang bergelar PhD
hanya transfer pengalaman ketika beliau menempuh ilmu di luar negeri, tetapi
kasus itu bisa ditemui di IAIN SYEKH NURJATI CIREBON dan saya sudah pernah
menemuinya selama satu semester. Aku pun mendengar kata “GOOD” dari Pa Lala.
Setelah
question of appetizer selesai, Pa Lala membuka notebooknya untuk segera
menerangkan makna yang harus terkuak.
Pa
Lala said You
are...
} In my very own
perspective you are A MULTILINGUAL WRITER, who writes effectively in L1 and L2
effectively; who serves as a critical reader both in L1 and L2; who
transforms yourself from a student of language into a student of writing; who
can make informed choices in life; who can change the world.
} Is it just too much
for you?
Itu
sungguh kata yang dapat membuat hati menjadi amat bangga dengan membancanya,
apa yang dilontarkan oleh beliau memang tidak berlebihan. Rasanya memang kita
sudah menjadi apa yang sudah tertulis di atas, dan itu sangat terpampang nyata
diseluruh penjuru negeri ini. Semuanya ini tidak akan bisa kami dapatkan tanpa
adanya dosen sehebat beliau. Untuk merealisasikan kata “who can change the world”
kita
harus lebih bekerja keras lagi.
Writer and reader = dancers?
} Hoey (2001), as
cited in Hyland (2004), likens the readers and writers to dancers following
each other’s steps, each assembling sense from a text by anticipating what the
other is likely to do by making connections to prior texts
} In other words, for
me writer-reader makes a connection called art
Penulis
dan pembaca diibaratkan seperti sedang menari. Pembaca harus mengikuti gerakan
yang dilakukan oleh penulis agar makna yang sudah dibangun tidak terlepas.
Seperti halnya kita membaca buku dalam bahasa Inggris, ketika kita tidak dapat
memahami apa dibaca, hal ini mengisyaratkan kalau pembaca tidak dapat membangun
makna dengan penulis.
Discover a clear connection between texts, contexts, reader,
writer, and meanings.
Tentang Teks
Teks adalah bahasa yang berfungsi,
maksudnya adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu (menyampaikan
pesan atau informasi) dalam konteks situasi, berlainan dengan kata-kata atau
kalimat-kalimat lepas yang mungkin dituliskan di papan tulis. Bentuknya bisa
percakapan dan tulisan (bentuk-bentuk yang kita gunakan untuk menyatakan apa
saja yang kita pikirkan). Hal penting mengenai sifat teks ialah bahwa meskipun
teks itu bila kita tuliskan tampak seakan-akan terdiri dari kata-kata dan kalimat,
namun sesungguhnya terdiri dari makna-makna
Teks merupakan produk, dalam arti bahwa teks itu merupakan
keluaran (output) ; sesuatu yang dapat direkam atau dipelajari (berwujud). Teks
juga merupakan proses, dalam arti merupakan proses pemilihan makna yang
terus-menerus, ketika kita menerima atau memberi informasi dalam bentuk teks
(lisan atau tulis) maka tentunya di dalam otak kita terjadi proses pemahaman
(pemilihan makna) terhadap informasi tersebut, jangan sampai terjadi
kesalahpahaman. Adapun kriteria teks sebagai berikut:
Kriteria
yang bersifat internal teks:
1.
Kohesi adalah kesatuan makna
2.
Koherensi adalah kepaduan kalimat (keterkaitan antar kalimat)
Kriteria
yang bersifat eksternal teks:
1.
Intertekstualitas adalah setiap teks saling berkaitan secara
sinkronis atau diakronis.
2.
Intensionalitas adalah cara-cara atau usaha-usaha untuk
menyampaikan maksud atau pesan pembicaraan melalui sikap bicara, intonasi, dan
ekspresi wajah. Intensionalitas berkaitan dengan
akseptabilitas (penerimaan informasi).
3.
Informativitas adalah kuantitas dan kualitas informasi.
4.
Situasionalitas adalah situasi tuturan.
Tentang Konteks
Konteks adalah sesuatu yang
menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan
atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks
linguistik itu mencakup penyebutan kata depan, kata sifat, kata kerja, kata
kerja bantu, dan preposisi positif. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang
bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup
praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode.
Teks
dan konteks merupakan sesuatu yang selalu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
Makna yang terealisasi dalam teks merupakan hasil interaksi pemakai bahasa
dengan konteksnya, sehingga konteks merupakan wacana terbentuknya teks.
Jika
pada era sebelumnya komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu penulis
menayangkan tulisannya, kemudian pembaca membahasnya tidak di depan mata
penulisnya, sekarang era sudah serba terbuka. Kita akan terbiasa dengan para
pembaca yang beragam maunya, dengan beragam karakternya.
Penulis membagi mistikum yang ia dapatkan dari masa
lalu, masa sekarang dan bayangan masa depannya, pembaca memberikan
feedback pada penulis agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik.
Di dunia ini banyak perubahan
terjadi karena buku yang mempengaruhi pembacanya. Di masa lalu bahkan ada buku
yang mengubah dunia menjadi jauh lebih buruk. Buku The Prince Karya Machiavelly
yang dibuat tahun 1400-an mengajukan ide sederhana tentang kekuasaan. Intinya
kekuasaan hanya bisa bertahan jika menggunakan kekerasan. Buku ini dibaca oleh
Hitler, Stalin, Musolini, dan Mao Tse Tung dan lihat hasilnya. Mereka semua menggunakan
kekerasan dalam memimpin. Terlepas kita tidak setuju dengan ide The Prince
tersebut, tapi kenyataannya buku ini berhasil membangun emosi dan mempengaruhi
pikiran orang. Sebagai sebuah karya tulis itu berarti berhasil.
karena pembaca yang baik akan memprediksi kata-kata dan tata bahasa yang bahkan sesuai dengan konteks dan tidak mengubah makna penting. Dari pengamatan seperti ini, kita cukup dapat menyimpulkan bahwa pembaca mahir otomatis menggunakan konteks - konteks semua jenis - untuk memprediksi (berpikir ke depan), dan untuk mencoba memperbaiki ketika sesuatu tidak terdengar benar atau tidak masuk akal. Dengan kata lain, mereka menggunakan konteks untuk berpikir tentang apa yang mereka baca .
karena pembaca yang baik akan memprediksi kata-kata dan tata bahasa yang bahkan sesuai dengan konteks dan tidak mengubah makna penting. Dari pengamatan seperti ini, kita cukup dapat menyimpulkan bahwa pembaca mahir otomatis menggunakan konteks - konteks semua jenis - untuk memprediksi (berpikir ke depan), dan untuk mencoba memperbaiki ketika sesuatu tidak terdengar benar atau tidak masuk akal. Dengan kata lain, mereka menggunakan konteks untuk berpikir tentang apa yang mereka baca .
Pembaca mahir menggunakan strategi
berbasis konteks (selain isyarat gambar) lebih dari pembaca yang kurang mahir,
untuk sebagian besar, meskipun tidak harus untuk identifikasi yang tepat dari
kata-kata. Pembaca mahir menggunakan strategi tersebut untuk memahami , tetapi
juga untuk mendapatkan setidaknya arti perkiraan untuk kata-kata individu.
Pembaca hanya akan menjadi pembaca
tetapi penulis harus berusaha untuk menjadi pembaca agar makna yang disampaikan
penulis sampai kepada pembaca. Ketika hal itu tidak terjadi, berarti tidak ada
makna yang mereka bangun.
“Apabila sebuah pemancar yang baik
menyiarkan simphony Beethoven yang paling indah dan pesawat penerimanya radio
Philips yang paling baru maka akan sempurnalah siaran itu tertangkap.
(Hutagalung:1988)”
Penulis
diibaratkan sebagai pemancar yang akan menyiarkan (menyampaikan suatu makna)
simphony Beethoven kepada pembaca yang diibaratkan sebagai radio Philips
yang paling baru, maka makna yang dibangun penulis akan diterima baik oleh
sang pembaca apabila penerima pesawat radio itu bukan radio Philips, maka
sebagus apapun simphony Beethoven tidak akan dapat dinikmati oleh
pendengar (pembaca).
Pa
Lala juga memberikan bacaan yang sangat dahsyat maknanya untuk kita. Dengan
judul “belajar membaca” oleh Hawe Setiawan.
Diujung
abad ke 20 ini, kecanggihan teknologi sudah tidak perlu diragukan lagi, dengan
bebas kita berselancar dijagat virtual, pustaka dan kalawarta tersedia dalam
berbagai bentuk (cetak, elektronik, dll). Hal ini diibaratkan seperti para
perawi hadist yang sedang mengembara mencari tutur kata atau tindak tanduk sang
Nabi. Bukan rahasia lagi jika kemudian kemudahan/kecanggihan teknologi tidak
membawa dampak negatif bagi kita. Salah satunya adalah selalu mempunyai sikap
tidak sabar dan merasa terburu-buru ketika mengambil kesimpulan. Padahal masih
banyak yang harus dipertimbangkan. Perpustakaan adalah benteng terakhir
kemanusiaan, itulah kalimat terakhir yang ditulis oleh Hawe Setiawan.
Meaning
itu harusnya searah, tapi terkadang tidak sesuai dengan experiences
masing-masing, dan jika text, konteks, reader, dan writer tidak ada salah
satunya maka tidak akan menghasilkan makna (meaning).
0 comments:
Post a Comment