Monday, February 17, 2014

Judul : Terkuaknya Paradigma Yang Terselubung….


Ini adalah pertemuan kedua dengan MK writing 4, dan tentunya akan sangat menakjubkan karena akan menemukan makna yang akan terkuak kali ini. Sebelum memulai mata kuliah kali ini, terlebih dahulu pa lala menyanyakan sesuatu kepada kita “apakah yang akan kalian dapat dari saya di MK writing ini?”. Dan ternyata yang akan kita dapatkan sebagai mahasiswa di mk writing 4 ini adalah:
-Scientific writing
Kita sebagai mahasiswa yang diwajibkan untuk bisa menulis walaupun tulisan kita ber “cap” academic writing, tapi nantinya tulisan kita akan menuju ke scientific writing.
-Critical thinking
Setiap semester akan selalu adanya revolusi, termasuk dalam MK writing. Jika writing di semester 2 kita diharuskan untuk berdaya imajinasi untuk mengembangkan sebuah cerita, di MK writing ini kita tidak hanya menulis, tetapi juga berpola fikir kritis (Critical thinking)
-Student of language
Beruntungnya kita, karena tidak hanya kemampuan membaca (reading), mendengarkan (listening), menulis (writing), dll yang akan mengukuhkan kita sebagai student of language. Kita dicetak tidak hanya sebagai mahasiswa bahasa, tetapi juga berlabel mahasiswa penulis, pembaca, pendengar, dll.
-writing
Tentunya, karena sekarang adalah MK writing, jadi kita akan lebih memperdalam lagi tentang menulis (writing). Pertanyaan yang lazim dipertanyakan adalah “mengapa kita harus menulis?”. Pa Lala pun menjawab karena menulis itu ways of knowing something, ways of representing something, and ways of producting something. Sebenarnya masih banyak lagi alasan mengapa kita harus menulis, tetapi secara garis besar Pa Lala menjelaskan 3 poin tersebut.
Ketika kita membahas tenyang literasi, tidak akan kehilangan ide untuk menguaknya. Salah satunya mengapa korea dan jepang sekarang menjadi macan asia, dengan jawaban literasi korea dan jepang dapat melakukan semua itu. Sedangkan negara kita (Indonesia) masih harus bersusah payah untuk memahat kata literasi itu disetiap kepala orang indonesia.
          Akhirnya question of appetizer pun dimulai, dengan membentuk 2 lingkaran (satu lingkarang beranggotakan semua perempuan, dan satu lingkaran lagi beranggotakan semua laki-laki). Satu persatu dari kita akan diperiksa pasport (class review dan appetizer) yang dimiliki untuk dapat masuk di kelas kali ini, dan tentunya kita harus menjelaskan apa yang menjadi tulisan kita dalam pasport (class review dan appetizer). Saya menjelaskan tentang ketertarikan saya terhadap pengakuan yang dibuat oleh CW. Watson yang membenarkan provokasi yang dibuat oleh Prof. Chaedar. Saya menjelaskan kalau keterkejutan Watson ketika membaca provokasi yang dibuat Prof. Chaedar yang ternyata dialami oleh dirinya sendiri, dan terbesit ingatan yang nyatanya pengalaman tersebut sudah ditulis dalam provokasi Prof Chaedar. Karena tidak hanya di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) dosen yang bergelar PhD hanya transfer pengalaman ketika beliau menempuh ilmu di luar negeri, tetapi kasus itu bisa ditemui di IAIN SYEKH NURJATI CIREBON dan saya sudah pernah menemuinya selama satu semester. Aku pun mendengar kata “GOOD” dari Pa Lala.
Setelah question of appetizer selesai, Pa Lala membuka notebooknya untuk segera menerangkan makna yang harus terkuak. 
Pa Lala said You are...
}  In my very own perspective you are A MULTILINGUAL WRITER, who writes effectively in L1 and L2 effectively; who serves as a critical reader both in L1 and L2; who transforms yourself from a student of language into a student of writing; who can make informed choices in life; who can change the world.
}  Is it just too much for you?
Itu sungguh kata yang dapat membuat hati menjadi amat bangga dengan membancanya, apa yang dilontarkan oleh beliau memang tidak berlebihan. Rasanya memang kita sudah menjadi apa yang sudah tertulis di atas, dan itu sangat terpampang nyata diseluruh penjuru negeri ini. Semuanya ini tidak akan bisa kami dapatkan tanpa adanya dosen sehebat beliau. Untuk merealisasikan kata “who can change the worldkita harus lebih bekerja keras lagi.
Writer and reader = dancers?
}  Hoey (2001), as cited in Hyland (2004), likens the readers and writers to dancers following each other’s steps, each assembling sense from a text by anticipating what the other is likely to do by making connections to prior texts
}  In other words, for me writer-reader makes a connection called art
Penulis dan pembaca diibaratkan seperti sedang menari. Pembaca harus mengikuti gerakan yang dilakukan oleh penulis agar makna yang sudah dibangun tidak terlepas. Seperti halnya kita membaca buku dalam bahasa Inggris, ketika kita tidak dapat memahami apa dibaca, hal ini mengisyaratkan kalau pembaca tidak dapat membangun makna dengan penulis.
 Discover a clear connection between texts, contexts, reader, writer, and meanings.
Tentang Teks
Teks adalah bahasa yang berfungsi, maksudnya adalah bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu (menyampaikan pesan atau informasi) dalam konteks situasi, berlainan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat lepas yang mungkin dituliskan di papan tulis. Bentuknya bisa percakapan dan tulisan (bentuk-bentuk yang kita gunakan untuk menyatakan apa saja yang kita pikirkan). Hal penting mengenai sifat teks ialah bahwa meskipun teks itu bila kita tuliskan tampak seakan-akan terdiri dari kata-kata dan kalimat, namun sesungguhnya terdiri dari makna-makna
Teks merupakan produk, dalam arti bahwa teks itu merupakan keluaran (output) ; sesuatu yang dapat direkam atau dipelajari (berwujud). Teks juga merupakan proses, dalam arti merupakan proses pemilihan makna yang terus-menerus, ketika kita menerima atau memberi informasi dalam bentuk teks (lisan atau tulis) maka tentunya di dalam otak kita terjadi proses pemahaman (pemilihan makna) terhadap informasi tersebut, jangan sampai terjadi kesalahpahaman. Adapun kriteria teks sebagai berikut:
Kriteria yang bersifat internal teks:
1.     Kohesi adalah kesatuan makna
2.      Koherensi adalah kepaduan kalimat (keterkaitan antar kalimat)
Kriteria yang bersifat eksternal teks:
1.     Intertekstualitas adalah setiap teks saling berkaitan secara sinkronis atau diakronis.
2.     Intensionalitas adalah cara-cara atau usaha-usaha untuk menyampaikan maksud atau pesan pembicaraan melalui sikap bicara, intonasi, dan ekspresi wajah. Intensionalitas berkaitan dengan akseptabilitas (penerimaan informasi).
3.     Informativitas adalah kuantitas dan kualitas informasi.
4.     Situasionalitas adalah situasi tuturan.
Tentang Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan kata depan, kata sifat, kata kerja, kata kerja bantu, dan preposisi positif. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode.
Teks dan konteks merupakan sesuatu yang selalu berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Makna yang terealisasi dalam teks merupakan hasil interaksi pemakai bahasa dengan konteksnya, sehingga konteks merupakan wacana terbentuknya teks.
Jika pada era sebelumnya komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu penulis menayangkan tulisannya, kemudian pembaca membahasnya tidak di depan mata penulisnya, sekarang era sudah serba terbuka. Kita akan terbiasa dengan para pembaca yang beragam maunya, dengan beragam karakternya.
Penulis membagi mistikum yang ia dapatkan dari masa lalu,  masa sekarang dan bayangan masa depannya, pembaca memberikan feedback pada penulis agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik.
Di dunia ini banyak perubahan terjadi karena buku yang mempengaruhi pembacanya. Di masa lalu bahkan ada buku yang mengubah dunia menjadi jauh lebih buruk. Buku The Prince Karya Machiavelly yang dibuat tahun 1400-an mengajukan ide sederhana tentang kekuasaan. Intinya kekuasaan hanya bisa bertahan jika menggunakan kekerasan. Buku ini dibaca oleh Hitler, Stalin, Musolini, dan Mao Tse Tung dan lihat hasilnya. Mereka semua menggunakan kekerasan dalam memimpin. Terlepas kita tidak setuju dengan ide The Prince tersebut, tapi kenyataannya buku ini berhasil membangun emosi dan mempengaruhi pikiran orang. Sebagai sebuah karya tulis itu berarti berhasil.
karena pembaca yang baik akan memprediksi kata-kata dan tata bahasa yang bahkan sesuai dengan konteks dan tidak mengubah makna penting. Dari pengamatan seperti ini, kita cukup dapat menyimpulkan bahwa pembaca mahir otomatis menggunakan konteks - konteks semua jenis - untuk memprediksi (berpikir ke depan), dan untuk mencoba memperbaiki ketika sesuatu tidak terdengar benar atau tidak masuk akal. Dengan kata lain, mereka menggunakan konteks untuk berpikir tentang apa yang mereka baca .
Pembaca mahir menggunakan strategi berbasis konteks (selain isyarat gambar) lebih dari pembaca yang kurang mahir, untuk sebagian besar, meskipun tidak harus untuk identifikasi yang tepat dari kata-kata. Pembaca mahir menggunakan strategi tersebut untuk memahami , tetapi juga untuk mendapatkan setidaknya arti perkiraan untuk kata-kata individu.
Pembaca hanya akan menjadi pembaca tetapi penulis harus berusaha untuk menjadi pembaca agar makna yang disampaikan penulis sampai kepada pembaca. Ketika hal itu tidak terjadi, berarti tidak ada makna yang mereka bangun.

Apabila sebuah pemancar yang baik menyiarkan simphony Beethoven yang paling indah dan pesawat penerimanya radio Philips yang paling baru maka akan sempurnalah siaran itu tertangkap. (Hutagalung:1988)”

Penulis diibaratkan sebagai pemancar yang akan menyiarkan (menyampaikan suatu makna) simphony Beethoven kepada pembaca yang diibaratkan sebagai radio Philips yang paling baru, maka makna yang dibangun penulis akan diterima baik oleh sang pembaca apabila penerima pesawat radio itu bukan radio Philips, maka sebagus apapun simphony Beethoven tidak akan dapat dinikmati oleh pendengar (pembaca).
Pa Lala juga memberikan bacaan yang sangat dahsyat maknanya untuk kita. Dengan judul “belajar membaca” oleh Hawe Setiawan.
Diujung abad ke 20 ini, kecanggihan teknologi sudah tidak perlu diragukan lagi, dengan bebas kita berselancar dijagat virtual, pustaka dan kalawarta tersedia dalam berbagai bentuk (cetak, elektronik, dll). Hal ini diibaratkan seperti para perawi hadist yang sedang mengembara mencari tutur kata atau tindak tanduk sang Nabi. Bukan rahasia lagi jika kemudian kemudahan/kecanggihan teknologi tidak membawa dampak negatif bagi kita. Salah satunya adalah selalu mempunyai sikap tidak sabar dan merasa terburu-buru ketika mengambil kesimpulan. Padahal masih banyak yang harus dipertimbangkan. Perpustakaan adalah benteng terakhir kemanusiaan, itulah kalimat terakhir yang ditulis oleh Hawe Setiawan.
Meaning itu harusnya searah, tapi terkadang tidak sesuai dengan experiences masing-masing, dan jika text, konteks, reader, dan writer tidak ada salah satunya maka tidak akan menghasilkan makna (meaning).









0 comments:

Post a Comment