Menulis
adalah suatu kegiatan menuangkan ide dalam pikirin melalui tinta yang
digoreskan pada selembar kertas putih. Menulis tidak hanya sebatas saat kita
berada di Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, bahkan di perguruan
tinggi pun saya masih belajar menulis, cakupan dalam menulis itu cukup banyak,
tidak hanya belajar merangkai huruf alfabet saja, namun di dalamnya terdapat
sebuah makna yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca.
Menulis pada semester ini menurut saya jauh lebih sulit dan sangat menguji nyali dari semester-semester sebelumnya, kita tidak lagi menulis secara general, namun kita dituntut agar dapat menulis secara scientific (ilmiah) atau yang biasa dikenal secara akademik.
Bagi masyarakat kita yang belum terbiasa akan budaya baca-tulis dapat melatihnya dari hal terkecil yang digemari terlebih dahulu, seperti menulis buku diary yang dikatakan oleh bapak Hawe Setiawan bahwa baca-tulis itu tidak lagi terpaku pada lembaran koran dan majalah, pada abad di pangkal 21 ini kita sudah beralih dari perdaban pradigital ke peradaban digital, apapun yang hendak kita baca maupun tulis dapat dilakukan melalui berbagai media bahkan beliau mengatakan, menulis pada jejaring sosial lama-lama dapat mengasah keahlian menulis kita.
Namun dari pergeseran peradaban yang
kian kencang seperti laju mobil berkecepatan tinggi, pak Hawe Setiawan merasa
miris karena masyarakat kita cenderung menyerap informasi sepotong-sepotong
sehingga informasi yang didapat itu kurang tepat. Istilahnya kita tahu banyak
tapi tidak paham, luas tapi dangkal. Jadi pada dasarnya selain menjadi pembaca
yang aktif, kita juga dituntut berpikir secara kritis (Critical thinking).
Yang dimaksud dengan critical thingking yaitu kita para pembaca tidak sepenuhnya harus menelan bahan bacaan yang disajikan penulis. Kita harus pandai menelaah atau memilah mana berita yang akurat dan mana yang harus ditinjau ulang dalam bacaan yang kita baca. Lebih banyak membaca berarti kita jauh lebih luas knowledgenya, dengan begitu kita tidak asal menerima apa yang disajikan penulis kepada kita.
Menulis mempunyai sifat yang saling mengikat satu sama lain karena menulis bersifat kompleks. Ikatan dalam writing terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Cara
mengetahui sesuatu
2. Cara
mempresentasikan sesuatu
3. Cara
mereproduksi sesuatu
Sesuatu yang dimaksud oleh ketiganya yaitu Informasi, Knowledge dan experience. Tentu saja, ketika kita hendak membuat suatu artikel kita harus mengetahui apa yang akan kita sajikan dalam tulisan kita, bagaimana selera pembaca saat ini. Setelah mengetahui apa yang dibutuhkan pembaca pada saat ini, lantas kita beranjak untuk mencari bahan kajian yang akan kita tulis, setelah data sudah terkumpul maka kita akan menyeleksinya dan merubahnya menjadi pengetahuan, pengetahuan ini adalah bekal untuk kita saat mempresentasikan tulisan kita kepada pembaca.
Pada slide pertama power point yang diberikan pak Lala, beliau menuliskan “Knowing Who We Really Are” saya memaknai kalimat tersebut bahawa kita harus mengenali siapa diri kita terlebih dahulu sebelum menunjukkannya pada orang lain. Kita juga harus sadar, apakah kita mempunyai tujuan saat menulis ataukah kita menulis hanya sekedar memenuhi tuntutan tugas tanpa ada rasa yang timbul dari hati, apakah menulis hanya sebagai acuan untuk mendapatkan nilai tertinggi saja, kita menulis seperti organ tanpa jiwa ataukah kita hanya belajar menulis untuk menyelesaikan kontrak belajar saja?
.
Dari
gambar di atas dapat kita artikan bahwa penulis dan pembaca itu adalah satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Contohnya seperti penari salsa yang satu
sama lain saling melengkapi.
Kutipan
lehtonen, ketika bahasa mempunyai sistem sendiri yang mendefinisikan dan
mengartikan dirinya sendiri, jadi meaning itu terjadi ketika ada writer and
reader, jika kehilangan salah satunya maka akan kehilangan meaning, karena
tidak ada yang membaca, jadi tulisan kita tidak berarti apa apa.
Koneksi antara Writer, Text, Context, and Meaning. Setelah membaca artikel milik Lehtonen saya dapat menyimpulkan bahwa koneksi antara penulis, teks, konteks, pembaca dan meaning itu adalah satu kesatuan yang memang tidak dapat dipisahkan.
Jadi penulis itu menuangkan gagasan dalam pikirannya melalui media yang akan menghasilkan sebuah teks dan teks itu tentu mempunya konteks di dalamnya, konteks lahir dari teks terlebih dahulu, tanpa teks maka konteks pun tidak terkandung di dalamnya. Sementara itu teks, konteks yang telah dibuat oleh penulis juga tidak bermakna apapun jika tidak ada reader. Meaning (makna) itu sendiri adalah milik dari keduanya antara penulis dan pembaca, namun pikiran penulis dan pembaca seringkali tidak sejalan. Sesungguhnya makna itu sendiri dipegang sepenuhnya oleh pembaca, saat pembaca membaca sebuah arttikel atau jurnal maka secara otomatis ia akan bernegosiasi dengan makna yang terkandung di dalam tulisan tersebut.
0 comments:
Post a Comment