Critical Readers
is a Powerful Writer
Menulis masih di anggap suatu hal yang sulit dilakukan
khususnya dinegara kita, dalam
atrikel yang ditulis oleh Dr.Chaedar “bukan bangsa penulias” mengemukakan inipun
yang membuat keprihatinan bahkan “jengkel” bagi Dirjen Pendidikan Tinggi yang
dalam hal ini bertanggung jawab atas publikasi ilmiah dikalangan Perguruan
Tinggi. surat Dirjen Pendidikan tinggi tanggal 27 Januari 2012 kepada para
Rektor, ketua, Direktur Perguruan tinggi tentang karya Ilmiah menuai pro dan
kontra. Langkah diedarkannya surat tersebut taklain karena wujut keprihatinan
dari Dirjen pendidikan tinggi karena mayoritas sarjana lulusan PT tidak bisa
menulis. Bahkan Dosennya pun mayoritas tidak bisa menulis.
Jangankan
untuk menulis terkadang mahasiswa pun masih sering menyalahkan diri ketika
mereka mendapat masalah tentang pengertian mereka dalam membaca.dalam artikel
yang juga ditulis oleh Dr. Chaedar di The Jakarta Post “powerful writer vs
helpless Readers” yang menjelaskan tentang informal surveinya tentang, apa yang
menyebabkan mereka tidak mengerti dalam membaca? Dan itu etrbukti dengan 95
persen jawaban dari para mahsiswa adalah menyalahkan diri mereka sendidri. Itu
merupakan salah kaprah karena mereka tidak menjadi seorang pembaca yang kritis.
Bila kita
lihat dari data tatistik produksi karya ilmiah di Indonesia, Pada saat
sekarang jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi Indonesia secara total masih
dibilang rendah dibanding dengan negara tetangga kita Malaysia. Di Indonesia
sekarang rata-rata 8 ribu judul pertahun dan untuk mengimbangi malaysia kita
mesti mampu menerbitkan 10 kali lipat, yaitu 80 ribu judul pertahun.
Diperlukan
lebih banyaknya penulis-penulis baru dari kalangan akademis, untuk meningkatkan
produktifitas karya ilmiah di Indonesia khususnya di lingkungan perguruan tinggi.
“Reading-writing connection approach believes that the extent of your
reading determines the power of your writing”
(A. Chaedar Alwasilah, The Jakarta Post, 14 Jan 2014)
Membaca
sangat berhubungan dengan menulis. Maka dari itu sesuatu yang kita baca akan
sangat menentukan kekuatan dari tulisan yang kita produksi. Ilmu pengetahuan
akumulasikan melalui membaca, ketika menulis kita menaruh ilmu pengetahuan
tersebut kedalam sebuah kertas. Mahasiswa harus terlatih untuk mengekspresikan
pengalaman mereka secara cepat melalui menulis.
Litersi tingkat tinggi diproduksi dalam tingkatan akademik S-1, S-2, dan S-3
yang mana untuk kelulusan mahsiswa harus menuliskan skripsi, tesis, dan
desertasi dengan kekhasan bidang masing-masing. skripsi, tesis, dan desertasi merupakan tulisan yang ber genre akademik (academic writing)
selain ketiga itu terdapat juga jurnal, berbeda dengan skripsi, tesis dan
desertasi yang bersifat karya personal, jurnal dikelola oleh tim yang ahli
dibidang keilmuan tertentu.
Kemampuan menulis artikel jurnal adalah literasi tangkat
tinggi dan memproduksi ilmu pengetahuan. Para sarjana harus membaca berbagai
informasi dan penelitian, harus juga mampu mengajukan sudut pandang baru dalam
bentuk kesimpulan, rumus, atau teori untuk memperkaya khazanah pengetahuan
Panjang suatu sekripsi bisa sampai 100 halaman, tesis 200
halaman dan desertasi 400 halaman, sedangkan Naskah jurnal hanya sekitar 15-20
halaman.tak mudah mengubah skripsi menjadi jurnal, Naskah jurnal harus
diseleksi dengan ketat, semakin ketat seleksinya maka semakin bergengsi.
Desain dari
pendidikan dinegara kita Indonesia lebih mengarah reading-orientation
dibandingkan writing orientation. Seorang siswa yang reading orientation akan
sangat susah untuk berpindah ke writing-orientation. Terkadang yang menjadi
masalah adalah ketidak tepatan pemberian textbook dari dosen kepada mahasiswam,
ketika dosen PhD(S3) memberikan standar textbook yang terlalu tinggi pada
mahasiswa S1 itu merupakan tindakan yang krang tepat.
Maka dari itu dibutuhkannya kemampuan menjadi powerful
writer bagi setiap mahasiswa, untuk menjadi seorang yang menulis dengan
powerful, kita harus menjadi seorang pembaca yang kritis (critical reader).
Critical readers mengembangkan keperdulian kepada form, content dan context. Form
akan berhubungan dengan aspek linguistik, content merujuk kepada arti dan
subjek yang didiskusikan, sedangkan context berhubungan dengan sosial dan
psikologi dalam lingkungan ketikatulisan tersebut diproduksi.
0 comments:
Post a Comment