Monday, February 10, 2014

Critical Readers is a Powerful Writer
Menulis masih di anggap suatu hal yang sulit dilakukan khususnya dinegara kita, dalam atrikel yang ditulis oleh Dr.Chaedar “bukan bangsa penulias” mengemukakan inipun yang membuat keprihatinan bahkan “jengkel” bagi Dirjen Pendidikan Tinggi yang dalam hal ini bertanggung jawab atas publikasi ilmiah dikalangan Perguruan Tinggi. surat Dirjen Pendidikan tinggi tanggal 27 Januari 2012 kepada para Rektor, ketua, Direktur Perguruan tinggi tentang karya Ilmiah menuai pro dan kontra. Langkah diedarkannya surat tersebut taklain karena wujut keprihatinan dari Dirjen pendidikan tinggi karena mayoritas sarjana lulusan PT tidak bisa menulis. Bahkan Dosennya pun mayoritas tidak bisa menulis.
Jangankan untuk menulis terkadang mahasiswa pun masih sering menyalahkan diri ketika mereka mendapat masalah tentang pengertian mereka dalam membaca.dalam artikel yang juga ditulis oleh Dr. Chaedar di The Jakarta Post “powerful writer vs helpless Readers” yang menjelaskan tentang informal surveinya tentang, apa yang menyebabkan mereka tidak mengerti dalam membaca? Dan itu etrbukti dengan 95 persen jawaban dari para mahsiswa adalah menyalahkan diri mereka sendidri. Itu merupakan salah kaprah karena mereka tidak menjadi seorang pembaca yang kritis.
Bila kita lihat dari data tatistik produksi karya ilmiah di Indonesia, Pada saat sekarang jumlah karya ilmiah dari perguruan tinggi Indonesia secara total masih dibilang rendah dibanding dengan negara tetangga kita Malaysia. Di Indonesia sekarang rata-rata 8 ribu judul pertahun dan untuk mengimbangi malaysia kita mesti mampu menerbitkan 10 kali lipat, yaitu 80 ribu judul pertahun.
Diperlukan lebih banyaknya penulis-penulis baru dari kalangan akademis, untuk meningkatkan produktifitas karya ilmiah di Indonesia khususnya di lingkungan perguruan tinggi.
Reading-writing connection approach believes that the extent of your reading determines the power of your writing
(A. Chaedar Alwasilah, The Jakarta Post, 14 Jan 2014)
Membaca sangat berhubungan dengan menulis. Maka dari itu sesuatu yang kita baca akan sangat menentukan kekuatan dari tulisan yang kita produksi. Ilmu pengetahuan akumulasikan melalui membaca, ketika menulis kita menaruh ilmu pengetahuan tersebut kedalam sebuah kertas. Mahasiswa harus terlatih untuk mengekspresikan pengalaman mereka secara cepat melalui menulis.

Litersi tingkat tinggi diproduksi  dalam tingkatan akademik S-1, S-2, dan S-3 yang mana untuk kelulusan mahsiswa harus menuliskan skripsi, tesis, dan desertasi dengan kekhasan bidang masing-masing. skripsi, tesis, dan desertasi merupakan tulisan yang ber genre akademik (academic writing) selain ketiga itu terdapat juga jurnal, berbeda dengan skripsi, tesis dan desertasi yang bersifat karya personal, jurnal dikelola oleh tim yang ahli dibidang keilmuan tertentu.
Kemampuan menulis artikel jurnal adalah literasi tangkat tinggi dan memproduksi ilmu pengetahuan. Para sarjana harus membaca berbagai informasi dan penelitian, harus juga mampu mengajukan sudut pandang baru dalam bentuk kesimpulan, rumus, atau teori untuk memperkaya khazanah pengetahuan
Panjang suatu sekripsi bisa sampai 100 halaman, tesis 200 halaman dan desertasi 400 halaman, sedangkan Naskah jurnal hanya sekitar 15-20 halaman.tak mudah mengubah skripsi menjadi jurnal, Naskah jurnal harus diseleksi dengan ketat, semakin ketat seleksinya maka semakin bergengsi.
Desain dari pendidikan dinegara kita Indonesia lebih mengarah reading-orientation dibandingkan writing orientation. Seorang siswa yang reading orientation akan sangat susah untuk berpindah ke writing-orientation. Terkadang yang menjadi masalah adalah ketidak tepatan pemberian textbook dari dosen kepada mahasiswam, ketika dosen PhD(S3) memberikan standar textbook yang terlalu tinggi pada mahasiswa S1 itu merupakan tindakan yang krang tepat.
Maka dari itu dibutuhkannya kemampuan menjadi powerful writer bagi setiap mahasiswa, untuk menjadi seorang yang menulis dengan powerful, kita harus menjadi seorang pembaca yang kritis (critical reader). Critical readers mengembangkan keperdulian kepada form, content dan context. Form akan berhubungan dengan aspek linguistik, content merujuk kepada arti dan subjek yang didiskusikan, sedangkan context berhubungan dengan sosial dan psikologi dalam lingkungan ketikatulisan tersebut diproduksi.


0 comments:

Post a Comment