Monday, February 17, 2014



The 1st Chapter review
Rekayasa Literasi
10 februari 2014

Proses Intropeksi Diri Menuju Bangsa Literat

Susunan kata “literasi” tak akan pernah pudar dan musnah di mata dunia. Hal ini disebabkan karena betapa pentinya literasi dalam kehidupan. Namun, berbicara mengenai literasi sungguh membuat bulu kudukku merinding ihwal mirisnya atas rendahnya literasi bangsa Negara NKRI yang sudah tertinggal jauh. Bak pertandingan lari, Negara lain sudah berlari, sedangkan Negara kita masih dalam ancang-ancang. Berbicara mengenai literasi, sebenarnya apa sih definisi dari literasi itu sendiri? Let’s check it out… ^___^       
Literasi adalah praktik cultural yang berkaitan dengan persoalan social dan politik. Dalam hal literasi, para pakar pendidikan dunia menunjukkan paradigma baru upaya memaknai literasi beserta pembelajarannya, seperti literasi computer, literasi virtual, literasi matematika, literasi IPA, dsb. Oleh karena perubahan dan tantangan zaman, makna rujukan literasi terus berevolusi yang menyebabkan perluasan makna seperti yang tertera di buku nya pak Chaedar. Kajian literasi tidak akan pernah lepas dari penggunaan bahasa dan kajian lintas didiplin yang memiliki tujuh dimensi yang saling berkorelasi.

  • ·                     Dimensi geografis (local, nasional, regional dan internasional)

Literasi seseorang dikatakan berdimensi geografis tergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring social. Dalam hal tingkat pendidikan ini tidak jauh beda dengan point kedua yang akan dibahas lebih spesifik lagi.

  • ·                     Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dsb)

Hal ini berarti bahwa literasi Negara tergantung pada kecanggihan teknologi komunikasi dan persenjataan yang digunakan. Dengan demikian, masih sangat tertinggal jauhlah Negara Indonesia dalam bidang ini karena secara fakta teknologi di Indonesia masih minimum rendah di banding Negara lainnya. Apabila mengulas sedikit tentang pendidikan, saya sangat setuju dengan pendapat pak Chaedar “Pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilkan literasi yang berkualitas tinggi pula.” Hal ini terbukti dengan adanya pengucapan bahasa dan cara fikir  yang berbeda dari seseorang yang memiliki background pendidikan tinggi pula.

  • ·                     Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara)

Seseorang yang memiliki literasi dalam salah satu empat hal tersebut, maka hal itu akan tampak ketika ia berbicara. Hal ini terbukti oleh Neuropsycholinguistic bahwa mereka dapat berjalan dengan baik. Dimana dengan Neuro, sel syaraf stimulun menerima informasi dari luar melalui interaksi yang kemudian dapat dipahami oleh dirinya. Dengan hal itu, ia dapat merekam semua informasi yang tersimpan, atau disebut dengan representasi internal. Apabila dalam hal ia akan mempresentasikan informasinya dalam psikologi atau keadaan yang baik (tidak gerogi, dll). Implikasinya, ia akan dapat mempresentasikannya dengan baik pula, sehingga informasi yang disampaikan bermanfaat untuk orang lain.

  • ·                     Dimensi fungsi

Dalam dimensi ini, seseorang yang memiliki literacy, mereka mampu memecahkan setiap persoalan dan gesit dalam dalam mengembangkan ilmunya. Seperti contoh, guru matematika saya yang lulusan dari UPI, beliau memiliki cara-cara yang unik dalam pengajarannya sehingga dalam pengerjaan soal matematika, kami dapat menyelesaikannya dengan mudah. Sedangkan guru matematika lainnya, hanya memberikan trik-trik yang umum yang pengerjaannya membutuhkan waktu yang culup lama

  • ·                     Dimensi media (teks, cetak, visual, digital)

Di era yang penuh dengan kecanggihan teknologi, banyak jalan untuk menjadi orang yang literat selain dengan membaca buku atau menulis, yaitu dengan membaca teks, cetak, visual dan digital.

  • ·                     Dimensi jumlah ( satu, dua, beberapa)

  • ·                     Dimensi bahasa (etnis, local, nasional, regional, internasional) 

Dalam hal literasi, ada 10 gagasan kunci yang menunjukkan perubahan paradigm literasi sesuai dengan tantangan zaman, dan berkembangnya ilmu pegetahuan. Namun, dalam hal ini, saya akan memaparkannya hanya beberapa point saja.
1.      Ketertiban lembaga-lembaga social;
2.      Tingkat kefasihan relative;
3.      Pengembangan potensi diri dan pengetahuan;
Literasi membawa efek kepada seseorang kemampuan untuk mengembangkan segala potensi dirinya. Bahasa ibu merupakan sebuah kunci untuk mengekspresikan ide-idenya. Pada tahap mahasiswa, efek literasi akan membawanya untuk mereproduksi ilmu pengetahuan. Dimana salah satu caranya adalah dengan menulis akademik yang harus dikuasai oleh para calon sarjana.
4.      Standar dunia;
5.      Warga masyarakat demokratis;
6.      Keragaman local;
7.      Hubungan global;
8.      Kewarganegaraan yang efektif;
9.      Bahasa inggris ragam dunia;
10.  Masyarakat semiotic;
11.  Kemampuan berpikir kritis.
Sebenarnya makna literasi itu bukan hanya sekedar membaca dan menulis, tetapi menggunakan bahasa itu secara fasih, efektif, dan kritis. Dalam pengajaran bahasa, guru harus mengajarkan keterampilan berpikir kritis.
Dalam pendidikan bahasa yang berbasis literasi, seharusnya dilakukan dengan mentaati tujuh prinsip tersebut. Namun, dalam hal ini saya hanya menggaris bawahi point ketiga tentang literasi adalah kemampuan memecahkan masalah. Baca-tulis adalah kegiatan mengetahui hubungan antar kata dan antar unit bahasa dalam wacana, serta antara teks dan dunia tanpa sebuah batasan. Pendidikan berbahasa adalah salah satu cara melatih siswa untuk berfikir kritis. Berfikir kritis itu tidaklah mudah, terkadang suatu teks yang kit abaca tidak dapat direpresentasi internalkan. Oleh karenanya, seseorang yang sulit untuk berfikir kritis itu harus sering membaca supaya mindsetnya selalu terasah.
Yang kedua, literasi adalah hasil kolaborasi. Dalam hal membaca dan menulis selalu melibatkan kolaborasi antara dua pihak yang berkomunikasi. Dimana seorang penulis akan menaruh ilmu yang dikuasai berdasarkan pemahamannya. Sedangkan pembaca pun harus tau mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memaknai makna dari sebuah teks (meaning). Dengan demikian, semua hal yang berkaitan dengan literasi sebaiknya dibangun dengan kegiatan kolaborasi.
Berbicara mengenai Rapor Merah Literasi Anak Negeri yang sangat miris telah dibuktikan oleh penelitian dunia yang dikenal dengan PIRLS (progress in international reading literacy study), PISA (program for internatioanal student assessment), dan TIMSS (the third international mathematics and science study) untuk mengukur literasi membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Dalam hal ini, ada beberapa hasil temuan PIRLS 2006 yang salah satunya adalah bahwa Indonesia hanya terdapat 2 % siswa yang prestasi membacanya termasuk kategori tinggi, 10% masuk akategori menengah, dan 55% masuk masuk dalam kategori rendah. Dengan demikian, 45% siswa Indonesia tidak bisa mencapai 400 dan termsuk kategori lemah dalam membaca dan menulis.
Dari sebagian temuan PIRLS, dapat disimpulkan bahwa tingkat literasi Negara Indonesia sangat tertinggal jauh. Dengan demikian, pendidikan masih belum berhasil menciptakan warga Negara yang literat. Oleh karenanya, kita sebagai calon guru ataupun dosen harus mewajibkan membaca 2 judul buku pengetahuan dalam setiap semesternya. Sehingga siswa merasa memiliki tanggung jawab yang besar untuk memahami buku.
Kedua, dalam laporan PIRLS tidak menemukan skor prestasi menulis. Namun, dapat diprediksi bahwa prestasi menulis bergantung pada kemampuan membaca. Lalu, bagaiman mereka dapat menuangkan ilmunya jika mereka tidak pernah membaca. Itulah sebabnya menulis dan membaca sangat berkaitan dan antara keduanya tidak bisa dipisahkan karena kemampuan menulis didukung kemampuan membaca.
Menurut Setiadi, membangun literasi bangsa harus diawali dengan membangun guru yang professional dan guru professional hanya dihasilkan oleh lembaga pendidikan guru yang professional juga. Sedangkan menurut Hawe Setiawan, demi meningkatkan kualitas membaca serta menulis, maka tempat untuk berbuat demikian yakni perpustakaan harus dijaga sebaik mungkin karena perpustakaan adalah benteng terakhir kemanusiaan.

# IMPLEMENTASI#

Dari bahasan diatas telah diketahui bahwa orang literat adalah orang yang terdidik dan berbudaya. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara optimal. Dimana hal tersebut adalah kunci menuju pendidikan dan pembudayaan.
Berbicara mengenai perbaikan rekayasa literasi yang termaktub dalam empat hal: linguistic atau focus teks, kognitif atau focus minda, sosiokultural atau focus kelompok, dan perkembangan atau focus pertumbuhan. Dengan demikian, rekayasa literasi berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi. Pengajaran membaca dan menulis harus ditempatkan dalam keempat dimensi yang salig terkait.


1.      Dimensi kebahasaan (focus pada teks)
Membaca dan menulis itu memerlukan pengetahuan, mencakup:
·         System bahasa untuk membangun makna seperti jenis dan struktur teks, morfologi, sintaksis, semantic, ortografi, dsb;
·         Persamaan dan perbedaan bahasa lisan dan tulis;
·         Ragam bahasa yang mencerminkan kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama, pekerjaan, status social, dsb.
“ mengajarkan literasi harus dibekali dengan semua ini”
2.      Dimensi pengetahuan kogntif (focus pada minda)
·         Aktif, selektif, konstruktif saat membaca dan menulis;
·         Memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk membangun makna;
·         Menggunakan proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna (memprediksi, memonitor, dsb).
“membangun literasi itu adalah membangun suatu keterampilan berbahasa”
3.      Dimensi perkembangan (focus pada pertumbuhan)
·         Pembelajar yang aktif dan konstruktif dalam perkembangan literasi;
·         Pemakai berbagai strategi dan proses mengonstruksi berbagai dimensi literasi;
·         Pengamatan atas; dan melakukan transaksi dengan mereka yang lebih fasih di luar dan di dalam kelompok;
·         Bagaimana menggunakan dukungan dan mediasi pada dari pelaku literasi yang lebih fasih di dalam dan luar kelompok.
·         Pemanfaatan pengetahuan yang diperoleh melalui membaca unuk mendukung kegiatan menulis.
·         Bagaimana menegoisasi makna tekstual melalui pemakaian dan dukungan system komunikasi alternative.
“berliterasi itu sebuah proses “menjadi” secara berkelanjutan sepanjang hayat”


4.      Dimensi sosiokultural (focus pada kelompok)
·         Tujuan dan pola literasi yang beragam;
·         Aturan dan norma dalam melakukan transaksi dengan bahasa tulis;
·         Fitur-fitur linguistic dari berbagai teks untuk berbagai tujuan di dalam dan untuk silang kelompok dan lembaga;
·         Bagaimana menggunakan literasi untuk memproduksi, dll;
·         Bentuk dan fungsi literasi tertentu yang bernilai tinggi;
·         Kemampuan melakukan kritik teks dari berbagai kelompok social dan budaya.
“mengajarkan literasi itu mengajarkan sejumlah kepekaan tekstual dan cultural lintas kelompok dan lembaga”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keempat dimensi itu saling berkaitan.  Dimana literasi tidak hanya menguasai alphabet atau mengerti hubungan antara bunyi dengan symbol tulisnya, tetapi hal itu difungsikan secara nalar dalam konteks social. Bila pendidikannya semakin tinggi biasanya sangat mempengaruhi literasi. Oleh karenanya, mulai detik sekarang, kita harus sering membaca dan menulis untuk memproduksi ilmu pengetahaun yang baru. 

ideas come to my brain, pliiiiiiiis.........

0 comments:

Post a Comment