The 1st Chapter review
Rekayasa Literasi
10 februari 2014
Proses Intropeksi Diri Menuju Bangsa
Literat
Susunan
kata “literasi” tak akan pernah pudar dan musnah di mata dunia. Hal ini
disebabkan karena betapa pentinya literasi dalam kehidupan. Namun, berbicara
mengenai literasi sungguh membuat bulu kudukku merinding ihwal mirisnya atas
rendahnya literasi bangsa Negara NKRI yang sudah tertinggal jauh. Bak
pertandingan lari, Negara lain sudah berlari, sedangkan Negara kita masih dalam
ancang-ancang. Berbicara mengenai literasi, sebenarnya apa sih definisi dari
literasi itu sendiri? Let’s check it out… ^___^
Literasi
adalah praktik cultural yang berkaitan dengan persoalan social dan politik.
Dalam hal literasi, para pakar pendidikan dunia menunjukkan paradigma baru
upaya memaknai literasi beserta pembelajarannya, seperti literasi computer,
literasi virtual, literasi matematika, literasi IPA, dsb. Oleh karena perubahan
dan tantangan zaman, makna rujukan literasi terus berevolusi yang menyebabkan
perluasan makna seperti yang tertera di buku nya pak Chaedar. Kajian literasi
tidak akan pernah lepas dari penggunaan bahasa dan kajian lintas didiplin yang
memiliki tujuh dimensi yang saling berkorelasi.
- · Dimensi geografis (local, nasional, regional dan internasional)
Literasi seseorang dikatakan berdimensi geografis tergantung pada
tingkat pendidikan dan jejaring social. Dalam hal tingkat pendidikan ini tidak
jauh beda dengan point kedua yang akan dibahas lebih spesifik lagi.
- · Dimensi bidang (pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dsb)
Hal ini berarti bahwa literasi Negara tergantung pada kecanggihan
teknologi komunikasi dan persenjataan yang digunakan. Dengan demikian, masih
sangat tertinggal jauhlah Negara Indonesia dalam bidang ini karena secara fakta
teknologi di Indonesia masih minimum rendah di banding Negara lainnya. Apabila
mengulas sedikit tentang pendidikan, saya sangat setuju dengan pendapat pak
Chaedar “Pendidikan yang berkualitas tinggi menghasilkan literasi yang
berkualitas tinggi pula.” Hal ini terbukti dengan adanya pengucapan bahasa dan
cara fikir yang berbeda dari seseorang
yang memiliki background pendidikan tinggi pula.
- · Dimensi keterampilan (membaca, menulis, menghitung, berbicara)
Seseorang yang memiliki literasi dalam salah satu empat hal
tersebut, maka hal itu akan tampak ketika ia berbicara. Hal ini terbukti oleh Neuropsycholinguistic
bahwa mereka dapat berjalan dengan baik. Dimana dengan Neuro, sel syaraf
stimulun menerima informasi dari luar melalui interaksi yang kemudian dapat
dipahami oleh dirinya. Dengan hal itu, ia dapat merekam semua informasi yang
tersimpan, atau disebut dengan representasi internal. Apabila dalam hal ia akan
mempresentasikan informasinya dalam psikologi atau keadaan yang baik (tidak
gerogi, dll). Implikasinya, ia akan dapat mempresentasikannya dengan baik pula,
sehingga informasi yang disampaikan bermanfaat untuk orang lain.
- · Dimensi fungsi
Dalam dimensi ini, seseorang yang memiliki literacy, mereka mampu
memecahkan setiap persoalan dan gesit dalam dalam mengembangkan ilmunya.
Seperti contoh, guru matematika saya yang lulusan dari UPI, beliau memiliki
cara-cara yang unik dalam pengajarannya sehingga dalam pengerjaan soal
matematika, kami dapat menyelesaikannya dengan mudah. Sedangkan guru matematika
lainnya, hanya memberikan trik-trik yang umum yang pengerjaannya membutuhkan
waktu yang culup lama
- · Dimensi media (teks, cetak, visual, digital)
Di era yang penuh dengan kecanggihan teknologi, banyak jalan untuk
menjadi orang yang literat selain dengan membaca buku atau menulis, yaitu
dengan membaca teks, cetak, visual dan digital.
- · Dimensi jumlah ( satu, dua, beberapa)
- · Dimensi bahasa (etnis, local, nasional, regional, internasional)
Dalam
hal literasi, ada 10 gagasan kunci yang menunjukkan perubahan paradigm literasi
sesuai dengan tantangan zaman, dan berkembangnya ilmu pegetahuan. Namun, dalam
hal ini, saya akan memaparkannya hanya beberapa point saja.
1.
Ketertiban
lembaga-lembaga social;
2.
Tingkat
kefasihan relative;
3.
Pengembangan
potensi diri dan pengetahuan;
Literasi
membawa efek kepada seseorang kemampuan untuk mengembangkan segala potensi
dirinya. Bahasa ibu merupakan sebuah kunci untuk mengekspresikan ide-idenya.
Pada tahap mahasiswa, efek literasi akan membawanya untuk mereproduksi ilmu pengetahuan.
Dimana salah satu caranya adalah dengan menulis akademik yang harus dikuasai
oleh para calon sarjana.
4.
Standar
dunia;
5.
Warga
masyarakat demokratis;
6.
Keragaman
local;
7.
Hubungan
global;
8.
Kewarganegaraan
yang efektif;
9.
Bahasa
inggris ragam dunia;
10.
Masyarakat
semiotic;
11.
Kemampuan
berpikir kritis.
Sebenarnya
makna literasi itu bukan hanya sekedar membaca dan menulis, tetapi menggunakan
bahasa itu secara fasih, efektif, dan kritis. Dalam pengajaran bahasa, guru
harus mengajarkan keterampilan berpikir kritis.
Dalam pendidikan bahasa yang berbasis literasi, seharusnya
dilakukan dengan mentaati tujuh prinsip tersebut. Namun, dalam hal ini saya
hanya menggaris bawahi point ketiga tentang literasi adalah kemampuan
memecahkan masalah. Baca-tulis adalah kegiatan mengetahui hubungan antar kata
dan antar unit bahasa dalam wacana, serta antara teks dan dunia tanpa sebuah
batasan. Pendidikan berbahasa adalah salah satu cara melatih siswa untuk
berfikir kritis. Berfikir kritis itu tidaklah mudah, terkadang suatu teks yang
kit abaca tidak dapat direpresentasi internalkan. Oleh karenanya, seseorang
yang sulit untuk berfikir kritis itu harus sering membaca supaya mindsetnya
selalu terasah.
Yang kedua, literasi adalah hasil kolaborasi. Dalam hal membaca dan
menulis selalu melibatkan kolaborasi antara dua pihak yang berkomunikasi.
Dimana seorang penulis akan menaruh ilmu yang dikuasai berdasarkan
pemahamannya. Sedangkan pembaca pun harus tau mengerahkan seluruh kemampuannya
untuk memaknai makna dari sebuah teks (meaning). Dengan demikian, semua hal
yang berkaitan dengan literasi sebaiknya dibangun dengan kegiatan kolaborasi.
Berbicara mengenai Rapor Merah Literasi Anak Negeri yang sangat
miris telah dibuktikan oleh penelitian dunia yang dikenal dengan PIRLS
(progress in international reading literacy study), PISA (program for
internatioanal student assessment), dan TIMSS (the third international
mathematics and science study) untuk mengukur literasi membaca, matematika, dan
ilmu pengetahuan alam. Dalam hal ini, ada beberapa hasil temuan PIRLS 2006 yang
salah satunya adalah bahwa Indonesia hanya terdapat 2 % siswa yang prestasi
membacanya termasuk kategori tinggi, 10% masuk akategori menengah, dan 55%
masuk masuk dalam kategori rendah. Dengan demikian, 45% siswa Indonesia tidak
bisa mencapai 400 dan termsuk kategori lemah dalam membaca dan menulis.
Dari sebagian temuan PIRLS, dapat disimpulkan bahwa tingkat
literasi Negara Indonesia sangat tertinggal jauh. Dengan demikian, pendidikan
masih belum berhasil menciptakan warga Negara yang literat. Oleh karenanya,
kita sebagai calon guru ataupun dosen harus mewajibkan membaca 2 judul buku
pengetahuan dalam setiap semesternya. Sehingga siswa merasa memiliki tanggung
jawab yang besar untuk memahami buku.
Kedua, dalam laporan PIRLS tidak menemukan skor prestasi menulis.
Namun, dapat diprediksi bahwa prestasi menulis bergantung pada kemampuan
membaca. Lalu, bagaiman mereka dapat menuangkan ilmunya jika mereka tidak
pernah membaca. Itulah sebabnya menulis dan membaca sangat berkaitan dan antara
keduanya tidak bisa dipisahkan karena kemampuan menulis didukung kemampuan
membaca.
Menurut Setiadi, membangun literasi bangsa harus diawali dengan
membangun guru yang professional dan guru professional hanya dihasilkan oleh
lembaga pendidikan guru yang professional juga. Sedangkan menurut Hawe
Setiawan, demi meningkatkan kualitas membaca serta menulis, maka tempat untuk
berbuat demikian yakni perpustakaan harus dijaga sebaik mungkin karena
perpustakaan adalah benteng terakhir kemanusiaan.
# IMPLEMENTASI#
Dari
bahasan diatas telah diketahui bahwa orang literat adalah orang yang terdidik
dan berbudaya. Rekayasa literasi adalah upaya yang disengaja dan sistematis
untuk menjadikan manusia terdidik dan berbudaya lewat penguasaan bahasa secara
optimal. Dimana hal tersebut adalah kunci menuju pendidikan dan pembudayaan.
Berbicara
mengenai perbaikan rekayasa literasi yang termaktub dalam empat hal: linguistic
atau focus teks, kognitif atau focus minda, sosiokultural atau focus kelompok,
dan perkembangan atau focus pertumbuhan. Dengan demikian, rekayasa literasi
berarti merekayasa pengajaran membaca dan menulis dalam empat dimensi.
Pengajaran membaca dan menulis harus ditempatkan dalam keempat dimensi yang
salig terkait.
1.
Dimensi
kebahasaan (focus pada teks)
Membaca dan
menulis itu memerlukan pengetahuan, mencakup:
·
System
bahasa untuk membangun makna seperti jenis dan struktur teks, morfologi,
sintaksis, semantic, ortografi, dsb;
·
Persamaan
dan perbedaan bahasa lisan dan tulis;
·
Ragam
bahasa yang mencerminkan kelompok, daerah, lembaga, etnis, agama, pekerjaan,
status social, dsb.
“ mengajarkan literasi harus dibekali dengan semua ini”
2.
Dimensi
pengetahuan kogntif (focus pada minda)
·
Aktif,
selektif, konstruktif saat membaca dan menulis;
·
Memanfaatkan
pengetahuan yang ada untuk membangun makna;
·
Menggunakan
proses mental dan strategi untuk menghasilkan makna (memprediksi, memonitor,
dsb).
“membangun literasi itu adalah membangun suatu keterampilan berbahasa”
3.
Dimensi
perkembangan (focus pada pertumbuhan)
·
Pembelajar
yang aktif dan konstruktif dalam perkembangan literasi;
·
Pemakai
berbagai strategi dan proses mengonstruksi berbagai dimensi literasi;
·
Pengamatan
atas; dan melakukan transaksi dengan mereka yang lebih fasih di luar dan di
dalam kelompok;
·
Bagaimana
menggunakan dukungan dan mediasi pada dari pelaku literasi yang lebih fasih di
dalam dan luar kelompok.
·
Pemanfaatan
pengetahuan yang diperoleh melalui membaca unuk mendukung kegiatan menulis.
·
Bagaimana
menegoisasi makna tekstual melalui pemakaian dan dukungan system komunikasi
alternative.
“berliterasi itu sebuah proses “menjadi” secara berkelanjutan
sepanjang hayat”
4.
Dimensi
sosiokultural (focus pada kelompok)
·
Tujuan
dan pola literasi yang beragam;
·
Aturan
dan norma dalam melakukan transaksi dengan bahasa tulis;
·
Fitur-fitur
linguistic dari berbagai teks untuk berbagai tujuan di dalam dan untuk silang
kelompok dan lembaga;
·
Bagaimana
menggunakan literasi untuk memproduksi, dll;
·
Bentuk
dan fungsi literasi tertentu yang bernilai tinggi;
·
Kemampuan
melakukan kritik teks dari berbagai kelompok social dan budaya.
“mengajarkan literasi itu mengajarkan sejumlah kepekaan tekstual
dan cultural lintas kelompok dan lembaga”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keempat dimensi itu saling
berkaitan. Dimana literasi tidak hanya
menguasai alphabet atau mengerti hubungan antara bunyi dengan symbol tulisnya,
tetapi hal itu difungsikan secara nalar dalam konteks social. Bila
pendidikannya semakin tinggi biasanya sangat mempengaruhi literasi. Oleh
karenanya, mulai detik sekarang, kita harus sering membaca dan menulis untuk
memproduksi ilmu pengetahaun yang baru.
ideas come to my brain, pliiiiiiiis......... |
0 comments:
Post a Comment